Biaya pendidikan anak adalah investasi berharga demi masa depannya, sehingga orang tua harus memberikan yang terbaik meski terkadang dengan segala keterbatasan.
Selesai bayar SPP, eh masih ada tanggungan uang les, karyawisata, perpisahan, wisuda, dan buku tahunan. Belum lagi bayar uang pangkal masuk SMP atau SMA. Banyak betul ya pengeluaran di akhir semester!
Sebagai orangtua, bagaimana menyikapi tambahan biaya-biaya di atas? Bagaimana sebenarnya cara komite dan pihak sekolah menentukan prioritas terhadap aktivitas berbayar di sekolah?
Saya sendiri tidak setuju dengan agenda wisuda, karyawisata yang berlebihan, perpisahan yang hanya menghamburkan uang tanpa makna, dan kegiatan lain yang seolah tanpa tujuan jelas.
Pendidikan merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam kehidupan anak-anak kita. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak embel-embel biaya yang ditambahkan dalam sistem pendidikan, yang membuat orangtua merasa terbebani.
Biaya seperti uang les, karyawisata, perpisahan, wisuda, dan buku tahunan menjadi tambahan pengeluaran di akhir semester yang sering kali membuat orangtua merasa kesulitan.
Keberatan ini bahkan sampai menggerakkan seorang warganet untuk mengeluh kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), bahkan menyarankan agar wisuda dari tingkat TK hingga SMA ditiadakan saja.
Wajar jika orangtua merasa keberatan dengan jumlah pengeluaran yang semakin meningkat. Namun, penting bagi kita untuk memahami sisi lain dari masalah ini.
Urusan keuangan memang seringkali menjadi polemik, terutama dalam bidang pendidikan. Baru-baru ini, kasus penipuan terkait studi tur sekolah telah mengguncang publik.
Uang iuran yang mencapai lebih dari 400 juta berhasil digondol oleh pihak travel yang tidak bertanggung jawab. Kasus ini seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi orangtua dan sekolah agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.