Mohon tunggu...
Hendra Jawanai
Hendra Jawanai Mohon Tunggu... Penulis - Creative Director/Producer/Writer

Energi adalah rahasia gerak serta kehidupan di dalam setiap partikel kecil.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Penutupan Toko Buku, Perubahan Konsumen dan Era Digital

26 Mei 2023   22:17 Diperbarui: 26 Mei 2023   22:26 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fakta penutupan toko buku yang baru-baru ini diumumkan oleh PT Gunung Agung Tiga Belas, perusahaan yang menaungi Toko Buku Gunung Agung, adalah kenyataan pahit.

Hal ini, menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) sekaligus Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI), Haryadi Sukamdani, merupakan fenomena global yang telah terjadi selama dekade terakhir.

Di Amerika Serikat (AS) pun, banyak toko buku yang telah mengalami nasib serupa. Penutupan toko buku menjadi fakta yang tidak bisa dihindari karena perubahan kebiasaan masyarakat yang semakin beralih untuk memesan buku secara online.

Seiring dengan kemajuan teknologi dan perkembangan era digital, telah terjadi pergeseran dalam perilaku konsumen. Pola konsumsi yang tradisional, seperti berbelanja di toko fisik, kini telah bergeser ke platform online.

Kepraktisan dan kenyamanan dalam berbelanja secara daring telah mengubah cara kita berinteraksi dengan berbagai produk, termasuk buku.

Kini, dengan sekali klik, buku-buku favorit bisa dipesan dan dikirim langsung ke pintu rumah kita. Hal ini menjadi tantangan bagi toko buku konvensional seperti Toko Buku Gunung Agung.

Sebagai salah satu toko buku paling legendaris di Jakarta yang telah berdiri selama 70 tahun, mereka harus berhadapan dengan perubahan perilaku konsumen yang semakin mengarah ke belanja online.

Manajemen Toko Buku Gunung Agung telah melakukan upaya efisiensi dengan menutup beberapa toko dan outlet di beberapa kota sejak tahun 2020, sebagai respons terhadap kerugian operasional yang terus bertambah.

Toko buku Gunung Agung di Jalan Gunung Sahari (1954), foto dari Wikipedia.
Toko buku Gunung Agung di Jalan Gunung Sahari (1954), foto dari Wikipedia.
Meskipun fenomena penutupan toko buku bukanlah hal yang unik, kita perlu mengambil pelajaran dari situasi ini.

Kita tidak bisa menyalahkan perkembangan teknologi atau perubahan perilaku konsumen yang terjadi. Sebaliknya, kita harus beradaptasi dengan tren baru ini dan mencari peluang dalam era digital.

Bagi para pelaku industri buku, baik penerbit maupun penjual, perlu untuk melihat peluang dalam memanfaatkan platform online sebagai sarana untuk memperluas jangkauan pasar dan meningkatkan daya saing.

Dalam menjalankan bisnis di era digital, strategi pemasaran yang efektif, kehadiran online yang kuat, serta pelayanan yang memuaskan menjadi kunci keberhasilan.

Selain itu, kita juga perlu memperhatikan pentingnya menjaga 'keberagaman'. Toko buku fisik memberikan pengalaman yang berbeda bagi para pecinta buku.

Mereka bisa merasakan kehadiran fisik buku, berinteraksi langsung dengan penjual, dan menikmati atmosfer yang unik di dalam toko buku. Oleh karena itu, upaya untuk tetap mempertahankan toko buku fisik juga menjadi penting.

Toko buku fisik bisa menjadi tempat yang menyediakan pengalaman yang lebih menyeluruh bagi para pembaca, seperti menghadiri acara diskusi buku, peluncuran buku, atau pertemuan dengan penulis. Pengalaman ini tidak dapat sepenuhnya digantikan oleh belanja online.

Kita juga perlu memperkuat sinergi antara toko buku fisik dan platform online. Pelanggan bisa melakukan penelusuran dan pembelian buku secara online, namun toko buku fisik juga bisa berfungsi sebagai tempat pengambilan atau pengembalian buku yang dipesan secara daring.

Dengan memadukan keuntungan dari kedua platform ini, kita bisa memberikan pengalaman belanja buku yang lebih lengkap dan memuaskan.

Selain industri buku itu sendiri, pemerintah tentunya juga memiliki peran penting dalam menghadapi perubahan ini. Perlu ada dukungan kebijakan dan insentif yang bisa mendorong perkembangan industri buku dalam era digital.

Pelatihan dan pendidikan juga harus ditingkatkan, agar para pelaku industri bisa menguasai strategi dan keterampilan yang diperlukan untuk bersaing di pasar online.

Fenomena penutupan toko buku adalah cerminan dari perubahan yang terjadi dalam perilaku konsumen dan perkembangan teknologi.

Sebagai masyarakat, kita perlu menyadari bahwa kita berada dalam era digital yang terus berkembang. Sementara kita menyambut perkembangan teknologi, kita juga perlu melestarikan keberagaman pengalaman dan menghargai nilai-nilai yang dihadirkan oleh toko buku fisik. (*)


Referensi: Soal Penutupan Toko Buku Gunung Agung, Apindo: Hal yang Tidak Bisa Dihindari (kompas.com)

~ H.J.H.J.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun