Mohon tunggu...
Hendra Jawanai
Hendra Jawanai Mohon Tunggu... Penulis - Creative Director/Producer/Writer

Energi adalah rahasia gerak serta kehidupan di dalam setiap partikel kecil.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kesehatan Mental: Rasa Malu dan Stigma

7 April 2023   17:58 Diperbarui: 1 Juni 2023   23:54 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh Samson Katt via Pexels.

Di Indonesia, rasa malu dan stigma terkait dengan soal kesehatan mental masih menjadi masalah yang perlu diatasi secara lebih baik. 

Apalagi di daerah-daerah yang masih belum bisa dikatakan maju dalam soal cara pandang atau pun pola pikir.

Hasil survei dari Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) adalah: Satu dari tiga remaja Indonesia mengalami masalah kesehatan mental, sedangkan satu dari dua puluh remaja Indonesia mengalami gangguan mental.

Namun begitu, masih banyak masyarakat yang tidak memahami dan menganggap remeh pentingnya kesehatan mental, sehingga sering mengabaikan atau bahkan tidak mengetahui gejala-gejala awal gangguan mental.

Soal kesehatan mental seringkali dianggap sebagai sesuatu yang memalukan dan menimbulkan stigma dalam masyarakat. Orang yang mengalami gangguan mental seringkali dijauhi dan dicap sebagai orang yang tidak normal atau bahkan 'gila'.

Hal ini membuat mereka merasa malu dan enggan untuk mencari bantuan dan dukungan. Padahal, kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik.

Stigma dan ketakutan untuk dibicarakan juga seringkali menghambat upaya untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang masalah kesehatan mental.

Beberapa faktor yang bisa menjadi penyebab rasa malu dan stigma terkait dengan soal kesehatan mental adalah kurangnya pemahaman dan edukasi tentang kondisi tersebut, adanya stereotipe negatif dan diskriminasi terhadap orang-orang yang mengalami masalah kesehatan mental, serta kurangnya dukungan sosial dari lingkungan sekitar.

Selain itu, pandangan masyarakat yang keliru tentang kesehatan mental juga bisa memperparah masalah ini, sehingga membuat orang yang mengalami masalah kesehatan mental merasa diabaikan, diasingkan, atau bahkan dijauhi oleh lingkungannya.

Rasa malu dan stigma yang terkait dengan soal kesehatan mental bisa menjadi penghalang bagi individu untuk mencari bantuan atau pengobatan yang mereka butuhkan, sehingga memperburuk kondisinya dan memperpanjang penderitaan mereka.

Akibat dari rasa malu dan stigma terkait dengan soal kesehatan mental adalah: banyak orang yang enggan mencari bantuan medis atau dukungan dari orang lain.

Hal ini bisa membuat kondisi mereka semakin memburuk, karena tidak mendapatkan penanganan yang tepat dan mendukung. Selain itu, rasa malu dan stigma juga bisa membuat orang merasa terisolasi dan kesepian, karena merasa tidak bisa berbicara dengan orang lain tentang apa yang mereka alami.

Akibatnya, kondisi mental mereka bisa semakin memburuk, dan dalam kasus yang lebih serius, bahkan bisa berujung pada tindakan bunuh diri. Beberapa kasus pembiaran tentang stigma ini seringkali berujung pada tindakan balas dendam atau kekerasan.

“Untuk yang sedang menyerah dengan hidup, meski dapat disudahi, hidup ini juga berhak dijalani.”
(Ruth Priscilia Angelina, Tokyo & Perayaan Kesedihan)

Perlu dilakukan upaya edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya memahami dan menghormati individu yang mengalami masalah kesehatan mental.

Masyarakat perlu memahami bahwa soal kesehatan mental bukanlah hal yang memalukan atau menjadi bukti kelemahan seseorang, tetapi merupakan suatu kondisi kesehatan yang bisa dialami oleh siapa saja tanpa terkecuali.

Selain itu, perlu adanya dukungan sosial yang memadai bagi individu yang mengalami masalah kesehatan mental, seperti dukungan keluarga, teman, maupun layanan yang profesional.

Dengan begitu, diharapkan individu yang mengalami masalah ini bisa merasa didukung dan dihargai sebagai bagian dari masyarakat yang sama-sama memerlukan perhatian dan dukungan.

Salah satu solusi konkret adalah dengan memulainya dari dalam keluarga, yaitu memulai dengan lebih terbuka dan melakukan edukasi diri tentang kesehatan mental.

Mereka bisa mulai dengan mencari informasi tentang soal kesehatan mental, mencari sumber dukungan dan membicarakan hal-hal yang sulit diungkapkan. Dalam keluarga, bisa diciptakan lingkungan yang aman dan terbuka untuk berbicara tentang soal ini.

Dalam hal ini, keluarga bisa menjadi sumber dukungan pertama dan terpenting untuk individu yang mengalami masalah kesehatan mental, sehingga individu ini merasa didengar dan didukung oleh orang-orang yang dicintai.

Salam sehat. (*)


Referensi:
Hasil Survei I-NAMHS: Satu dari Tiga Remaja Indonesia Memiliki Masalah Kesehatan Mental

~ H.J.H.J.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun