Mohon tunggu...
Hendra Jawanai
Hendra Jawanai Mohon Tunggu... Penulis - Creative Director/Producer/Writer

Energi adalah rahasia gerak serta kehidupan di dalam setiap partikel kecil.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Budaya Cepat Kaya dan Pengganda Uang

4 April 2023   22:35 Diperbarui: 20 April 2023   02:28 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi uang Indonesia (Foto oleh Robert Lens dari pexels)

Kasus dukun pengganda uang bernama Mbah Slamet Tohari yang sempat menjadi viral beberapa waktu lalu menunjukkan betapa masih besarnya minat masyarakat Indonesia terhadap penggandaan uang.

Namun, kasus tersebut juga menunjukkan betapa pentingnya pemahaman masyarakat terhadap risiko dan konsekuensi dari tindakan penggandaan uang yang tidak jelas keabsahannya.

Baca juga:
A Short Poem: Dukun Pengganda Uang

Fenomena penggandaan uang sudah lama menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan di Indonesia. Ada banyak orang yang tertarik untuk mencoba cara ini agar bisa menghasilkan lebih banyak uang dengan cepat.

Dalam konteks sosial budaya, penggandaan uang di Indonesia sangat erat kaitannya dengan budaya cepat kaya. Budaya ini memandang kekayaan sebagai sesuatu yang 'harus' dicapai dengan cepat dan mudah.

Oleh karena itu, banyak orang yang tertarik untuk mencoba penggandaan uang sebagai cara untuk mencapai tujuan tersebut, dengan berbagai macam alasan dan latar belakang yang ada di dalam kehidupan sosial.

Namun, dalam praktiknya, penggandaan uang seringkali berujung pada penipuan dan kerugian finansial yang besar. Hal ini terjadi karena banyak orang yang tergiur oleh janji-janji iming-iming penghasilan yang besar dan cepat, tanpa mempertimbangkan risikonya.

Kembali ke kasus dukun tadi, hal ini bahkan berujung pada tindakan pembunuhan sadis, yang mengakibatkan 11 nyawa melayang oleh kekejaman Slamet Tohari.

Penggandaan uang yang lebih banyak dampak negatifnya merupakan tindakan yang bisa dibilang berbahaya dan merugikan masyarakat.

Tidak hanya menimbulkan kerugian finansial, tetapi juga bisa berakibat tidak baik pada kehidupan sosial dan memicu timbulnya masalah-masalah lain.

"Tidak ada yang namanya kaya cepat! Sesuatu yang bersifat kaya cepat itu biasanya tidak bertahan lama dan bodong."
(Andika Sutoro Putra, Anak Muda Miliarder Saham)

Penting kiranya bagi masyarakat Indonesia untuk lebih bijak dalam memilih cara untuk menghasilkan uang. Kita harus memahami risiko dan konsekuensi dari tindakan kita, serta memperhatikan prinsip-prinsip dalam kehidupan sosial.

Sudah selayaknya kita menghindari perilaku dan tindakan yang tidak berlogika dan bahkan memiliki potensi memperburuk ketimpangan sosial dan ekonomi di Indonesia.

Budaya cepat kaya di Indonesia telah menjadi gejala yang memengaruhi pola pikir masyarakat.

Meskipun ada keanehan dalam cara berpikir orang Indonesia yang mencari cara cepat untuk menjadi kaya, kita harus mengakui bahwa kebutuhan hidup yang semakin meningkat dan persaingan yang semakin ketat dalam perekonomian membuat banyak orang ingin mencari cara mudah untuk menghasilkan uang.

Namun, perlu dipahami bahwa jalan pintas seperti penggandaan uang hanya akan memperburuk situasi, sehingga penting bagi kita untuk memahami dampak dari tindakan kita bagi masyarakat dan lingkungan di sekitar kita. 

Kita perlu mengambil langkah bijak dalam mencari cara memperbaiki kualitas hidup, menghasilkan uang dengan cara yang baik. (*)


~ H.J.H.J.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun