Bakpia berasal dari China dan dibawa ke Indonesia oleh pedagang imigran dari China pada awal abad ke-20. Pada awalnya, bakpia bukan makanan yang bernilai sosial maupun makanan yang bernilai kultural, melainkan pelengkap kue keranjang maupun makanan camilan sehari-hari. Kini bakpia menjadi salah satu oleh-oleh khas Yogyakarta dan telah diadaptasi dengan isi yang lebih bervariasi mengikuti selera pasar, seperti keju, coklat, dan durian, dll.
Sebutan "bakpia" berasal dari bahasa Tionghoa, di mana "bak" berarti daging babi dan "pia" berarti kue yang terbuat dari tepung. Namun, karena mayoritas masyarakat Yogyakarta beragama Islam, isi bakpia kemudian diganti dengan kacang hijau. Penemu bakpia kacang hijau adalah Kwik Sun Kwok, pemilik Bakpia Pathok 75, yang konon mulai menjual bakpia untuk mendapatkan tambahan penghasilan saat keluarganya mengalami kesulitan ekonomi. Bakpia kacang hijau kemudian menjadi populer.
Baca juga:
Ayo Main Latto-latto
Bakpia menjadi salah satu buah tangan khas Yogyakarta karena telah dikenal oleh banyak orang sebagai makanan yang lezat. Pusat penjualan bakpia terdapat di daerah Pathuk, Yogyakarta, dan yang kemudian terkenal adalah Bakpia Pathok yang memiliki sederetan nomor yang merujuk pada nomor rumah maupun nomor jalan.
Secara umum, ada dua jenis bakpia, yaitu bakpia basah dan bakpia kering. Perbedaan keduanya terletak pada tekstur kulit dan masa penyimpanannya. Bakpia basah memiliki tekstur kulit yang lebih lembut dan memiliki masa penyimpanan selama 4-5 hari, sedangkan bakpia kering memiliki tekstur yang lebih renyah dan memiliki masa penyimpanan selama 10 hari.
Bakpia merupakan salah satu daya tarik wisata kuliner di Yogyakarta. Bakpia sudah menjadi salah satu ikon kuliner kota ini sehingga para wisatawan yang berkunjung akan mencari dan membeli bakpia sebagai oleh-oleh untuk dibawa pulang. Hal ini telah memberikan dampak positif pada industri pariwisata Yogyakarta dengan semakin meningkatkan kunjungan wisatawan.
Bakpia memiliki nilai kultural dan sosial dalam masyarakat Yogyakarta. Bisnis bakpia juga memberikan dampak positif pada perekonomian dan industri pariwisata di Kota Pelajar ini.
Saat ini, sudah banyak inovasi terbaru dalam pembuatan bakpia, seperti variasi rasa dan bahan isi yang lebih beragam. Selain kacang hijau, ada juga bakpia dengan isi ubi, keju, coklat, durian, dan lain sebagainya. Beberapa produsen bahkan mengembangkan bakpia dengan isi yang lebih modern seperti green tea, matcha, atau cappuccino. Terdapat pula inovasi pada bentuk dan kemasannya, seperti bentuk mini atau kemasan praktis yang mudah dibawa sebagai oleh-oleh.Â
Untuk menyimpan bakpia agar tetap enak dan tahan lama, sebaiknya simpan dalam wadah kedap udara dan letakkan di tempat yang kering dan sejuk. Untuk menghidangkannya, dapat diberi sedikit taburan gula halus dan dipanaskan dalam oven atau microwave sebentar agar terasa lebih segar.
Bakpia Pathok memang lebih terkenal dibandingkan merek bakpia lainnya di Yogyakarta karena memiliki citarasa yang unik dan khas dengan bahan-bahan yang berkualitas, serta telah memiliki reputasi yang baik selama bertahun-tahun. Selain itu, lokasi toko yang strategis di kawasan Pathuk di pusat kota lebih mudah diakses oleh wisatawan dan masyarakat lokal. Contoh merek bakpia yang baru adalah Bakpia Senopati, dari Senopatifood.
Baca juga:
Membangun Potensi Generasi Muda di Bidang Kebudayaan
Masyarakat lokal memiliki peran penting dalam mempertahankan dan mengembangkan budaya bakpia di Yogyakarta. Mereka menjadi penggerak utama dalam melestarikan warisan budaya ini dengan cara mempromosikan dan membeli produk bakpia. Selain itu, masyarakat juga ada yang membuka usaha bakpia mandiri di rumah sebagai upaya untuk mengembangkan bisnis. Berwisata ke Jogja, jangan lupa beli oleh-oleh bakpia!
Referensi:Â
Sejarah Bakpia, Oleh-oleh Khas Yogyakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H