Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Harapan Kesejahteraan Wacana Pajak 12 Persen

29 November 2024   10:30 Diperbarui: 29 November 2024   10:26 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesejahteraan bagi semua, kiranya menjadi jargon yang mengemuka sesuai dengan kebijakan Pemerintah kini. Bagi kelompok menengah kebawah, perubahan taraf hidup menjadi harapan yang tetap diperjuangkan.

Namun mungkin berbeda dengan tingkat minoritas pada kelas atas. Kewajiban terhadap Pajak yang tinggi, seolah menjadi narasi yang dapat dikemukakan pada area marginal. Hingga muncul pergolakan yang seakan menjadi masalah bersama.

Padahal tidak.

Begitupula dengan wacana naiknya harga barang kebutuhan pokok sebagai penyertanya. Problematika sosial yang hadir dari keresahan, kerap memantik ruang konflik lintas "peradaban".

Arti kata, antar kelompok kelas-kelas sosial yang termanifestasi melalui kesamaan minat, nilai, dan perilakunya. Seperti yang Kotler ungkap dalam orientasi pragmatis antar kelompok sosial pada suatu masyarakat. 

Jika saat ini kita kenal dengan ruang-ruang sosialita, pun demikian serupa dengan pola yang dikemukakan oleh Kotler. Kesadaran semu akan kebersamaan membuat cara pandang manusia menjadi skeptis.

Circle era, yang dominan dalam area sosial bukan lagi berlatar solidaritas bersama. Perspektif pragmatisme tradisional rata-rata membawa cara pandang negatif terhadap semua hal. Inilah yang jadi soal dalam kesadaran kelas.

Dilain pihak, harapan akan kesejahteraan seakan menjadi "angin" bagi perubahan penghidupan. Namun, harus dipahami, bagaimana persoalan lain justru jadi perengut dari "kebahagiaan semu" tersebut. Semisal, perihal pajak 12 persen.

Kontraproduktif memang, dari penghasilan yang hendak didapat, justru direngut dengan hadirnya kebijakan pajak tinggi. Kesejahteraan yang diharapkan justru menghadapi kontrasnya kewajiban yang mengikat secara finansial.

Walau sekedar wacana, kiranya tidak tepat jika dikemukakan secara bersama dengan beragam program berorientasi kesejahteraan. Ini kiranya bagaimana historical materialism kelak menjadi penyebab terjadinya gesekan sosial berlatar ekonomi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun