Ramai-ramai soal izin kelola tambang yang diberikan kepada ormas agama memang banyak tinggalkan tanya. Termasuk bagi Muhammadiyah, yang awalnya mempertimbangkan konsesi tambang dalam pengelolaannya.
Nahdlatul Ulama (NU), yang lebih dahulu menerima kebijakan tersebut, kiranya telah mufakat bagaimana kelak izin kelola tambang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan umat.
Tak terkecuali Muhammadiyah, yang akhirnya membuat keputusan kontroversial. Lantaran sikap-sikap terkait persoalan tambang kerap dijadikan area gerak dakwah sosial. Apalagi jika berkaitan dengan persoalan lingkungan.
Kita tentu ingat bagaimana Angkatan Muda Muhammadiyah mempersoalkan krisis iklim di Trenggalek akibat perilaku pertambangan. Pun demikian, kala proses mediasi Ortom Muhammadiyah terhadap warga Kendeng hingga Wadas, dan wilayah lainnya.
Khususnya bagi kalangan aktivis muda Muhammadiyah yang konsisten dalam perjuangan hadapi krisis lingkungan. Termasuk berbagai konflik sosial yang menyertainya, setiap ada kebijakan perihal eksplorasi tambang.
Namun, hari minggu (28/7), di Kampus Unisa, Jogjakarta, Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada akhirnya memutuskan untuk  menerima konsesi tambang yang diberikan Pemerintah. Melalui 9 risalah yang ditetapkan oleh pleno.
1. Bahwa kekayaan alam merupakan anugerah Allah SWT, dimana manusia diberikan wewenang untuk mengelola dan memanfaatkan sebaik-baiknya. Untuk kesejahteraan hidup material dan spiritual dengan tetap menjaga keseimbangan dan tidak menimbulkan kerusakan di muka bumi.
2. Merujuk pada Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, yang menyebutkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dimana Muhammadiyah menganggap ini sebagai kesempatan untuk dapat mengelola tambang untuk kementerian dan kesejahteraan masyarakat.
3. Sesuai putusan Muktamar ke-47 Muhammadiyah di Makassar tahun 2015, yang mengamankan kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk memperkuat dakwah dalam bidang ekonomi, selain dakwah dalam bidang pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, tabligh, dan bidang dakwah lainnya. Dimana pada tahun 2017, Muhammadiyah telah menerbitkan pedoman perluasan Badan Usaha Milik Muhammadiyah (BUMM) di sektor industri, pariwisata, jasa, dan unit lainnya.
4. Dalam mengelola tambang, Muhammadiyah berusaha semaksimal mungkin dan penuh tanggung jawab dengan melibatkan kalangan profesional, kader, dan warga Persyarikatan, serta masyarakat di sekitar area tambang, sinergi dengan perguruan tinggi, serta menerapkan teknologi yang meminimalkan kerusakan alam.
5. Dalam mengelola tambang, Muhammadiyah akan bekerjasama dengan mitra yang berpengalaman dalam mengelola tambang, memiliki komitmen dan integritas yang tinggi, dan kebersihan kepada masyarakat dan Persyarikatan. Melalui perjanjian kerjasama yang saling menguntungkan.
6. Pengelolaan tambang oleh Muhammadiyah dilakukan dalam batas waktu tertentu, dengan tetap mendukung dan mengembangkan sumber-sumber energi terbarukan, serta budaya hidup bersih dan ramah lingkungan.
7. Dalam pengelolaan tambang, Muhamamdiyah berusaha mengembangkan model yang berorientasi pada kesejahteraan dan keadilan sosial, pemberdayaan masyarakat, membangun ekosistem ramah lingkungan, riset, dan laboratorium pendidikan, serta pembinaan jemaah dan dakwah jemaah. Dengan konsep "not for profit", Dimana keuntungan usaha dimanfaatkan untuk mendukung dakwah dan amal usaha Muhammadiyah serta masyarakat luas.
8. Menunjuk tim pengelola tambang Muhammadiyah yang terdiri atas; Prof. Dr. H. Muhadjir Effendi MAP (Ketua), Muhammad Sayuti, M. Pd, MeD, P.Hd (Sekretaris), dengan anggota; Dr. H. Anwar Abbas, MM, M.Ag; Prof. Hilman Latief, MA, P. HD; Dr. H. Agung Danarto, M. AG; Drs. Ahmad Dahlan Rais, M. Hum; Prof. Dr. Bambang Setiaji, M.Si; dan Dr. Arif Budimanta.
9. Tim memiliki tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang akan ditetapkan kemudian dalam Surat Keputusan PP. Muhammadiyah.
Sembilan risalah diatas adalah ketetapan final atas sikap Muhammadiyah terkait konsesi tambang. Walau banyak warga Muhammadiyah yang menyayangkan keputusan ini, sebagai sikap yang tidak mencerminkan jati diri Persyarikatan.
Namun, melalui risalah ini kiranya dapat menjadi ruang kritik yang kelak dapat dijadikan rujukan warga Muhammadiyah guna memberi sikap di kemudian hari. Termasuk bagi masyarakat umum dalam melakukan pengawasan bagi ormas keagamaan dalam mengelolaan tambang.Â
Demikian kiranya apa yang dapat disajikan, semoga bermanfaat dan terima kasih.
*sumber risalah: Angkatan Muda MuhammadiyahÂ
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI