Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Budaya "Nggasak" Mahasiswa KKN

25 Juli 2024   05:00 Diperbarui: 25 Juli 2024   10:28 634
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi "nggasak" terong belanda di Dieng (sumber: dokpri)

Mungkin istilah ini baru terdengar, nggasak dalam bahasa Jawa berarti merebut milik orang lain.

Konotasi yang tentunya negatif bagi semua kalangan. Lantaran sifatnya adalah "mengambil", dengan beragam pengertian lainnya.

Namun, nggasak kali ini justru berbeda dengan makna sebenarnya. Tak lain karena sifatnya yang positif dalam pandangan ekonomi.

Khususnya bagi para mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN), yang tengah melakukan pengabdiannya di berbagai daerah.

Tetapi tidak semua daerah memiliki budaya yang lekat dengan stigma negatif ini. Selain dari pengaruh musim tanam yang jadi simbol perekonomian sebuah desa tertentu. 

Seperti di kawasan Dieng, Wonosobo, yang terkenal sebagai salah satu penghasil terong belanda di Jawa Tengah.

Kebiasaan nggasak hasil buah yang telah panen memang kerap dijadikan arena ngalap berkah termasuk bagi para wisatawan.

Termasuk di Kediri, Jawa Timur, yang ikonik sebagai daerah penghasil buah nanas dan tebunya yang melimpah.

Namun, semua perilaku nggasak tentunya sudah memiliki izin dari para pelaku usaha tani.

Sebagai salah satu apresiasi yang memang menjadi simbol positif hubungan dan relasi yang telah dibangun oleh para mahasiswa KKN. Selain dapat membantu kegiatan ekonomi masyarakat setempat dalam hal distribusi.

Apalagi para mahasiswa KKN ini, rata-rata memang memiliki keterbatasan dalam hal "uang saku". Maka, ngalap berkah dengan cara nggasak ini seolah jadi anugerah terbesar selama masa KKN berlangsung

Alih-alih dapat dijual kembali, rata-rata hasil nggasak justru dipakai untuk kebutuhan konsumsi sehari-hari.

Nggasak Sebagai Tradisi Positif

Ada semacam kebiasaan tradisional yang memang diterapkan oleh masyarakat setempat di beberapa daerah.

Tak terkecuali dengan perilaku "balas jasa", seperti yang pernah diterangkan R. Bintarto (1986). Dimana masyarakat desa hidup berasas gotong royong sebagai kekuatan berproduksi atas dasar kerjasama dan perilaku saling pengertian.

Dasar inilah yang kemudian membuat relasi sosial masyarakat desa semakin terbuka. Khususnya jika mahasiswa KKN dianggap telah berhasil memberi kontribusi positif kepada desanya.

Maka, tak lain adalah dengan memberi "keleluasaan" bagi para mahasiswa untuk dapat menikmati hasil pertanian masyarakat, hal ini sebagai salah satu contohnya.

Nggasak yang dianggap negatif, justru memberi dampak positif. Selain agar proses distribusi hasil pertanian juga dapat diviralkan kepada masyarakat umum.

Artinya, ada semacam simbiosis mutualisme yang kemudian terdapat dari perilaku sosial berorientasi ekonomi ini. Selain itu, dapat mengurangi hasil pertanian yang dianggap over produksi.

Lain hal jika pada daerah tertentu memiliki potensi alam yang berbeda, seperti pada masyarakat pesisir, yang lekat dengan budaya melautnya. Biasanya hasil tangkap lautlah yang diberikan secara cuma-cuma bagi mahasiswa KKN.

Walau beda secara geografis, namun memiliki kebiasaan yang identik sebagai masyarakat tradisional.

Inilah kearifan lokal yang tidak dimiliki setiap daerah. Apalagi jika kondisi sosial masyarakatnya telah mengalami peralihan sebagai masyarakat modern.

Sikap saling menghormati dan menghargai kiranya masih menjadi hal penting hingga kini. Tanpa ada sekat (identitas) yang memisahkan antara mahasiswa dengan masyarakat.

KKN Sebagai Transformasi Sosial

Maka kembali kepada konsep KKN yang dilakukan, apakah dapat memantik terjadinya transformasi sosial yang terbuka, atau tidak.

Tanpa adanya konsepsi yang valid melalui pendekatan ilmiah serta kajian mendalam, maka perubahan niscaya tidak akan berjalan dengan baik bagi sebuah masyarakat.

Rujukannya tak lain adalah Tri Dharma perguruan tinggi. Dimana salah satunya adalah pengabdian bagi masyarakat, baik melalui kegiatan yang bersifat sosial, ataupun ekonomi.

Dengan tujuan kesejahteraan ataupun peningkatan kualitas sosial yang terbangun melalui pengembangan pendidikan dan relasi selama melakukan pemberdayaan masyarakat.

Khususnya bagi para mahasiswa, yang kelak akan kembali ke masyarakat.

Melalui kegiatan KKN, berbagai pemahaman yang didapat selama kuliah dapat dipraktekkan langsung sebagai bagian dari pengembangan diri. Termasuk norma dan etika hidup bersosial secara terbuka, termasuk pada masyarakat tradisional.

Dalam aspek memberi pemahaman lebih, terkait budaya dan adat masyarakat setempat. Sebagai pengantar bagi para mahasiswa yang hendak KKN, yang belakangan viral karena berbagai perilaku kurang positifnya.

Semoga bermanfaat dan terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun