Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Gelar Tak Lagi Sakral

23 Juli 2024   05:00 Diperbarui: 23 Juli 2024   05:16 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi transaksi gelar (sumber: shutterstock via kompas.com)

Bergesernya Paradigma Kaum Intelektual

Sikap yang dilakukan oleh Rekot UII terkait gelar guru besar, kiranya sudah menjadi puncak persoalannya. Beliau tidak menghendaki dipanggil "Prof" oleh siapapun dan dalam urusan apapun. Sebuah sikap kritik yang ditujukkan kepada para pencari gelar, namun tidak memiliki tujuan membangun bangsa.

Sakralisasi gelar, faktanya tidak hanya terjadi pada ruang paripurna. Pun dengan gelar akademik dibawahnya, dengan beragam narasi yang konon menjadi faktor bergesernya pandangan intelektualitas. Dalam hal ini, ruang sosial dan masyarakat bukan lagi dianggap sebagai tanggung jawabnya, melainkan sekedar ruang penelitian tanpa proyeksi membangun kesadaran sosial.

Terlihat dalam problematika mahasiswa KKN yang kerap mendapatkan persepsi negatif dari masyarakat. Lantaran orientasi yang mulanya membangun, justru terkesan seremonial semata. Tanpa ada hasil positif yang memberi ruang edukasi dan transformatif.

Maka, jika orientasi intelektual kini masih dalam mode seremonial, kita dapat proyeksikan sendiri bagaimana bangsa ini di kemudian hari. Apalagi jika hanya sebatas kepentingan politis yang sifatnya lebih pragmatis dari pada bicara perihal kepentingan umum. Hal inilah yang membuat prihatin, walau masih banyak tentunya para guru besar yang konsisten dengan tanggung jawabnya.

Bukan sekedar mendapat gelar "dadakan", yang notabene bukan dari hasil perjuangan membangun bangsa. Konteksnya adalah masyarakat, dan bukan ruang politik dengan beragam kepentingan politisnya. Semoga bermanfaat, dan terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun