Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Dokter Asing dan Program Pendirian Fakultas Kedokteran

9 Juli 2024   07:00 Diperbarui: 9 Juli 2024   16:23 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kiranya kebijakan untuk mendatangkan dokter asing ke Indonesia tengah mengalami benturan dengan upaya program pendirian fakultas kedokteran baru. 

Salah satu kebijakan penting yang dijadikan agenda utama oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto. Tak lain demi mengurangi minimnya dan pemenuhan kebutuhan dokter di Indonesia.

Benturan kebijakan ini dapat menjadi abstraksi realita dunia kesehatan kita saat ini. Kebutuhan dokter di berbagai pelosok wilayah Indonesia, memang kerap menjadi wacana publik. Khususnya pada area 3 T, yang minim sarana dan prasarana. Aksesibilitas yang menjadi aspek penting, memang krusial dalam tujuan pemeratan hak kesehatan bagi masyarakat.

Dalam hal ini, jika mengacu pada Undang-Undang Kesehatan Tahun 2024, pengadaan dokter asing memang menjadi prioritas.

Walau masih banyak kontroversi yang menyertai kebijakan tersebut. Khususnya dokter spesialis yang kini dianggap minim secara kuantitas. Perbandingannya tentu dengan melihat luas wilayah Indonesia, dengan beragam realitas geososialnya.

Seakan ada benturan kepentingan yang tarik ulur dalam konteks pengadaan tenaga kesehatan. Bukan mengasumsikan secara kualitas yang seakan dipertanyakan. Melainkan secara rasional melihat fenomena kebutuhan masyarakat yang harus dilaksanakan sesuai amanat UUD 1945 Pasal 34 Ayat 3.

Dokter Asing Untuk Siapa?

Jika konsepnya adalah demi kepentingan masyarakat dalam hak kesehatan, maka pertanyaan kemudian yakni keterbutuhan logisnya.

Secara ekonomi, masyarakat yang mengandalkan hak sehat melalui BPJS apakah akan mendapatkan hak serupa. Semisal dengan seorang pasien berbiaya mandiri.

Sesuai data dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) per tahun 2024, jumlah dokter yang teregistrasi sebanyak 279.321 orang. Dimana 62,4 persennya adalah dokter umum.

Jadi sekitar 174.407 adalah dokter umum, dari jumlah penduduk Indonesia yang ada. Sisanya terbagi dalam beberapa spesialis, yang memang mayoritas tersentralisasi di kota-kota besar saja.

Rasio WHO sendiri menyebutkan bahwa 1 orang dokter di Indonesia bertanggung jawab atas kesehatan 1.000 orang penduduknya.

Hal yang kontras jikalau memang upaya pemenuhan dokter justru diambil dari luar negeri. Tak lain karena adanya rencana program pendirian 300 fakultas kedokteran baru pada pemerintahan selanjutnya.

Dimana secara rasional, pendirian fakultas kedokteran dengan berbagai program positifnya justru merupakan hal penting saat ini. Selain dari upaya pendayagunaan anak-anak terbaik bangsa, pun dengan orientasi sosialnya.

Dalam hal ini tentu akan mudah dalam beradaptasi dengan lingkungan sosialnya. Entah akan ditempatkan dimanapun para calon dokter tersebut ditugaskan.

Bukan dalam locus kecil yang justru hanya dapat dinikmati oleh masyarakat kelas atas atau mampu secara ekonomi. Apalagi dengan minimnya fasilitas kesehatan yang dirasa masih belum merata ada di setiap daerah.

Ilustrasi nakes di area bencana (sumber: dokpri)
Ilustrasi nakes di area bencana (sumber: dokpri)

Optimalisasi Pendidikan Dokter Bagi Anak Negeri

Tak lain adalah demi pengabdian yang sudah menjadi kewajiban anak-anak bangsa Indonesia. Berkiprah untuk bangsanya dalam ruang kesehatan, tentunya bagian dari membangkitkan semangat nasionalisme yang inspiratif. Tanpa harus menihilkan peran anak-anak bangsa dalam mengupayakan perbaikan bagi masyarakat di sekitarnya.

Dukungan kebijakan yang dirasa perlu tak lain adalah optimalisasi program-program pendidikan dokter spesialis secara baik. Salah satunya tentu dengan membuka berbagai peluang beasiswa bagi anak-anak bangsa. Suatu hal penting lantaran biaya kerap menjadi faktor utama penghambat laju pendidikan tingkat paripurna.

Pun terhadap berbagai ruang edukasi yang seharusnya mampu membuka peluang bagi kebutuhan pengadaan dokter. Secara naratif dapat dijadikan program khusus bagi setiap pelajar yang hendak memilih kuliah di jurusan kedokteran. Misal dengan sistem jaring per sekolah tingkat atas, bagi para pelajar yang memiliki nilai terbaik di sekolahnya.

Sekiranya akan ada sekitar 14.236 calon dokter dari setiap sekolah tingkat atas dari masing-masing daerahnya. Maka, dapat kiranya rasio tersebut diberikan separuhnya, dalam upaya mencukupi kebutuhan dokter di Indonesia selama beberapa tahun kedepan. Bukan suatu hal yang mustahil, jika orientasinya adalah kepentingan masyarakat.

Serupa dengan pengadaan program pendirian fakultas kedokteran yang kiranya dapat menjadi alternatif bagi ketersediaan dokter di kemudian hari. Semoga bermanfaat, dan terima kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun