Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Aksi Boikot Ekonomi dalam Krisis di Palestina

28 November 2023   06:45 Diperbarui: 28 November 2023   06:45 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi boikot (sumber: shutterstock via kompas.com)

Aksi boikot ekonomi yang tengah diwacanakan masyarakat dunia terhadap produk-produk asal Israel kiranya dapat dipahami sebagai respon internasional terhadap kecamuk konflik di Palestina. Tak lain karena boikot dianggap mampu memberi dampak signifikan.

Khususnya dalam stabilitas ekonomi Israel yang menggantungkan perekonomiannya dari berbagai sekor komoditi publik. Seperti dalam sektor makanan dan minuman, atau bahkan dalam kebutuhan sekunder masyarakat dunia.

Bahkan kerjasama bilateral pun dianggap sebagai faktor utama yang dapat mempengaruhi kebijakan finansial Israel. Khususnya dalam aspek militer, yang dikampanyekan terhadap rakyat Palestina. Militer tidak akan berjalan jika daya dukung ekonomi lemah.

Analisis tersebut merupakan sebuah refleksi yang pernah dikemukakan oleh Francis Fukuyama dalam "The End of Histoy and The Last Man". Bahwa kemenangan dunia barat tak lain bersumber dari kekuatan ekonominya yang kuat.

Hal tersebut menjadikan dunia barat dapat mengoptimalisasi kekuatan militer sebagai pendukung politik liberalisasinya. Kapitalisme yang dianggap sebagai penyokong kemajuan teknologi sejak masa Perang Dingin, selalu diwujudkan dalam bentuk kekuatan senjata.

Sama halnya dengan peristiwa Perang Enam Hari yang pernah berkecamuk di Palestina pada tahun 1967 silam. Kekuatan militer Israel bersumber pada daya dukung ekonominya yang superior. Tak luput dari peran negara-negara sekutunya melalui ikatan politik.

Charles Stewart Parnell dalam Encyclopaedia Britannica mempopulerkan istilah boikot ini ketika peristiwa protes mengenai hak sewa tanah yang tinggi mengemuka di Irlandia. Yakni dengan cara mengucilkan perusahaan perkebunan milik Inggris disana.

Namun, seiring perkembangan zaman dan ideologi, justru kalangan pekerja dan buruh yang kerap melakukan aksi boikot. Terlebih kala ideologi Marxisme menguat sebagai bentuk perlawanan terhadap kapitalisme.

Maka wajar, jika hingga kini aksi boikot dianggap identik dengan gerakan "kiri". Hal ini tentu menjadi penting, jika berkenaan dengan persepsi kemandirian ekonomi pada sebuah negara. Daya dukung ekonomi, tentu menjadi faktor kuat lemahnya negara.

Termasuk Israel yang menerapkan kebijakan ekonomi terbuka sesuai dengan dogma dalam Immamat. Daya dukung kekuatan militer Israel memang bersumber pada perilaku ekonomi Israel dengan bangsa lain. Baik melalui pendekatan diplomatis atau bilateralnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun