Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nakba 1948

16 November 2023   05:45 Diperbarui: 16 November 2023   05:55 1549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejarah bangsa Palestina seperti yang kita ketahui, tidak lepas dari realitas sejarah di masa lalu. Fakta sejarah yang kiranya dapat dijadikan referensi, bagaimana seharusnya kita bersikap.

Tak luput karena bangsa Indonesia senantiasa konsisten dalam upaya membela hak-hak bangsa Palestina. Sejak masa Bung Karno hingga saat ini. Melalui berbagai upaya diplomasi politik atau berbagai misi kemanusiaannya.

Muqadimmah

Bangsa Palestina merupakan bangsa yang mendiami wilayah Asia Barat Daya. Tepatnya daerah Mediterania Timur, sebuah kawasan di Laut Tengah. Serta lokasi yang memiliki kisah religi dari tiga agama samawi, yakni Islam, Kristen, dan Yahudi.

Kita tentu mengetahui, bahwa di Palestina banyak Nabi dan Rasul utusan Allas SWT yang hadir membawa pesan bagi para umatnya. Khususnya bagi muasal ketiga agama samawi yang dianut umat manusia hingga kini.

Bangsa Palestina diketahui telah mendiami wilayah barat daya Syam sekitar tahun 2500 SM. Mereka berasal dari jazirah Arab, dan merupakan sebuah bangsa dari Kanaan keturunan Nabi Nuh As.

Muhsin Muhammad Saleh dalam "Palestina; Sejarah, Perkembangan, dan Konspirasi", (2001), menjelaskan bahwa mayoritas bangsa Palestina adalah pelaut. Hal tersebut sesuai dengan geografis wilayahnya, hingga penaklukkan bangsa Romawi pada tahun 63 SM.

Romawi dan Masa Keemasan Islam

Dimasa Abad Pertengahan, wilayah Palestina diperebutkan antara dua kekuatan besar dunia, Kekhalifahan Islam dan Romawi. Kala pemerintahan Umar bin Khattab r.a, panglima perang Islam, Abu Ubaidah dan Khalid bin Walid berhasil menguasai Palestina.

Tepatnya pada tahun 638 M, Palestina akhirnya berhasil dibebaskan dari penguasaan bangsa Romawi. Kebebasan untuk menjalankan ibadah pun dijamin sebagai bentuk penghormatan kepada seluruh keyakinan agama di Palestina.

Hingga masuk dalam periode Perang Salib, yang menyebabkan terjadinya perebutan pengaruh antara kerajaan-kerajaan Kristen Eropa dengan Kesultanan Islam di Jerusalem. Salahudin al Ayubbi pada tahun 1187, akhirnya dapat menguasai kembali Palestina.

Tanah Palestina dikembalikan lagi sesuai dengan penghormatan bagi para pemeluk agama disana. Bukan sekedar milik umat Islam, namun umat Kristen dan Yahudi mendapatkan hak religinya secara bersama.

Masa Perang Dunia 1

Kekalahan Kesultanan Turki Ustmani pada Perang Dunia 1 mempengaruhi status penguasaan tanah Palestina. Alhasil, Inggris, melalui perjanjian Balfour tahun 1917, bangsa Yahudi diberi konsensi membangun pemukiman di Palestina.

Sejak perjanjian tersebut dilaksanakan, mulai terjadi penyingkiran terhadap bangsa Palestina dari wilayah-wilayah yang ditentukan. Konsep zionisme yang diperkenalkan, pada akhirnya berkembang menjadi upaya mewujudkan pendirian Israel menjadi negara.

Secara bertahap, pemukiman-pemukiman bangsa Yahudi semakin meluas. Sesuai mandat Inggris yang memberikan hak istimewa bagi bangsa Yahudi di Palestina pada tahun 1922. Liga Bangsa-Bangsa yang menjadi mediator pun menyetujui konsensi tersebut.

Masa Perang Dunia 2

Meletusnya Perang Dunia 2 membuat gelombang eksodus bangsa Yahudi dari Eropa semakin besar. Hal tersebut terjadi akibat dari penangkapan massal warga Yahudi oleh pasukan Hitler ketika menguasai Eropa. Mayoritas Yahudi pun menuju Palestina.

Kamp-kamp konsentrasi Jerman rata-rata didominasi oleh orang-orang Yahudi. Banyak diantaranya menjadi korban kekejaman Hitler. Dalam hal ini, titik baliknya ada pada para eksodus Yahudi di tanah Palestina pada masa-masa selanjutnya.

Berakhirnya Perang Dunia 2, semakin menegaskan bahwa bangsa Yahudi memiliki klaim atas tanah Palestina. Dukungan Inggris dan Amerika sebagai negara pemenang perang, menjadikan Palestina wilayah koloni yang hendak dikuasai, hal ini memantik perlawanan.

Peristiwa Nakba

Peristiwa pengusiran paksa yang disertai tindak kekerasan terjadi setelah Perang Palestina meletus bulan September 1947. Dimana telah disepakati secara sepihak (Inggris dan Yahudi), bahwa wilayah bangsa Israel meliputi 55 persen tanah di Palestina.

Berbagai serangan brutal tentara Israel terhadap wilayah sipil menimbulkan banyak korban jiwa. Sekitar 5.500 penduduk Palestina menjadi korban, dan sekitar 750.000 lainnya dipaksa pergi dari tempat tinggalnya.

Perlawanan bangsa Arab yang notabene adalah penduduk mayoritas di Palestina pun harus berakhir pada 15 Mei 1948. Wiliam Roger Louis dalam "The British Empire in the Midle East, 1945-1951", menjelaskan secara kausalistik perihal keterlibatan Inggris.

Khususnya ketika peristiwa Nakba terjadi, serta realitas geopolitik pasca peristiwa tersebut berakhir. Pihak Inggris disebut-sebut dengan jelas memberi dukungan militer bagi pasukan Israel yang dibentuknya.

Kebrutalan yang menjadikan Palestina sebagai medan perang pasca Perang Dunia 2 berakhir. Tak terkecuali terhadap para milisi Palestina, beserta keluarga mereka. Hal serupa yang terjadi di Indonesia ketika Perang Surabaya pada tahun 1945 meletus.

Implikasi politiknya tentu saja memantik perlawanan di masa-masa selanjutnya, seperti ungkap William Roger Louis. Hubungan politik antara bangsa-bangsa Arab dengan Israel, serta kebijakan regional di masa Perang Dingin berkecamuk.

Selama peristiwa Nakba, populasi bangsa Yahudi di Palestina meningkat drastis. Sebelumnya pada tahun 1922 hanya 22.000 jiwa, sedangkan pada tahun 1948 mencapai 720.000 jiwa. Hingga di tahun 1967 mencapai perhitungan 2.380.000 jiwa.

Sebuah agenda sistematis dalam upaya menguasai Palestina untuk kepentingan Israel dalam membangun sebuah negara. Ditambah dengan peristiwa lain, seperti perang Yom Kippur pada tahun 1973. Selain memantik lahirnya gerakan Intifada di Palestina.

Pasca Peristiwa Nakba

Upaya pendudukan wilayah-wilayah Palestina hingga kini masih terus berlangsung. Walau tekanan internasional semakin meningkat terhadap aksi militeristik tentara Israel terhadap penduduk sipil, seperti ungkap Mandy Turner dalam "The Gaza Strip and The Political Economy of Crisis".

Ada semacam kencederungan negatif dalam sebuah perang, yakni kejahatan kemanusiaan. Genosida, dan pengambilan paksa hak hidup orang lain, adalah hal yang tentu tidak diperkenankan terjadi. Apalagi sampai menyerang fasilitas kesehatan dan pengungsian.

Selama rentang waktu 1948 hingga saat ini, kecamuk krisis kemanusiaan di Palestina kiranya dapat menjadi perhatian bersama. Serangan dan pengusiran penduduk Palestina yang terjadi belakangan ini, kiranya sama dengan peristiwa Nakba pada tahun 1948.

Bahkan mengemuka sebagai peristiwa Nakba Jilid II. Kita dapat menilainya sendiri dengan pandangan kita masing-masing tentunya.

Semoga bermanfaat, salam damai untuk kita semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun