Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Peristiwa Black Armada Terulang, Kali Ini Pro Palestina

14 November 2023   05:45 Diperbarui: 14 November 2023   06:32 1154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peristiwa Black Armada (sumber: Dok. Museum Maritim Nasional Australia via kompas.com)

Bangsa Indonesia mengenang peristiwa Black Armada sebagai sebuah respon internasional terhadap upaya pendudukan Belanda di Indonesia. Tepatnya pada tanggal 25 September 1945 silam, kala ribuan pekerja pelabuhan di Brisbane, Australia, melakukan aksi protes terhadap kapal-kapal Belanda di perairan Australia.

Kapal-kapal berbendera hitam asal Belanda yang mengangkut logistik, dilarang bersandar di pelabuhan untuk memasok suplay bagi tentara Belanda di Indonesia. Hal ini dilakukan sebagai bentuk dukungan masyarakat Australia bagi kemerdekaan Indonesia.

Bukan sekedar melakukan blokade, kapal-kapal Belanda yang datang di sekitar pantai Australia juga dihadang oleh para nelayan disana. Walau secara politik, Australia merupakan negara pendukung Belanda di Indonesia selama Perang Dunia 2 berlangsung.

Seperti yang diungkap oleh A.H. Nasution dalam "Sekitar Perang Kemerdekaan Jilid 2", pada bulan-bulan September 1945. Pihak Sekutu tengah berupaya mengambil alih kembali Indonesia untuk diserahkan kepada Belanda.

Dimana rencana tersebut dilakukan Belanda di Australia. Lantaran Pemerintahan (Pelarian) Belanda telah dibentuk di Australia sejak Jerman menginvasi negara tersebut di Eropa. Namun, upaya politik Belanda di Australia mendapatkan kecaman masyarakat disana.

A.H. Nasution pun menjelaskan, bahwa pemogokan-pemogokan besar terjadi oleh para buruh pelabuhan Australia pada 28 September 1945. Para buruh pelabuhan secara keras mencegah masuknya pasukan NICA beserta kelengkapan perangnya ke Indonesia.

Bahkan diantara pasukan NICA asal Indonesia, sempat terjadi perlawanan terhadap Belanda. Khususnya dari lingkungan tentara KNIL, yang memiliki koneksi dengan pergerakan kemerdekaan Indonesia. Walau dengan cepat dapat ditumpas kembali oleh Belanda.

Peristiwa Black Armada atau September Hitam pun segera mengemuka di masyarakat internasional. Dukungan serupa pun muncul di berbagai negara lain demi kemerdekaan Indonesia.

Peristiwa Black Armada Terulang Kembali

Beberapa hari lalu, warga Australia kembali melakukan penghadangan bagi kapal-kapal kargo berbendera asing di pelabuhan Port Botany, Sidney. Tak lain adalah kapal-kapal kargo dari Israel, yang datang untuk mengambil pasokan militer dari Australia.

Seiring kebijakan negara-negara pendukung okupasi Israel di tanah Palestina. Warga Australia justru memihak kepada hak-hak bangsa Palestina untuk lepas dari penjajahan. Khususnya dari partai buruh, yang memiliki ikatan historis gerakan anti kolonialisme.

Serupa dengan peristiwa dukungan para buruh pelabuhan Australia kepada Indonesia di masa lalu. Pun demikian dengan apa yang terjadi kemarin. Para masyarakat pro Palestina menghadang kapal-kapal besar dengan menggunakan jet ski di lepas pantai Sidney.

Kurang lebih selama sepekan ini, berbagai massa aliansi anti okupasi Israel memang telah melakukan berbagai aksi demonstrasi. Hal serupa yang dilakukan masyarakat Australia, selama beberapa hari sebelum meletusnya peristiwa Black Armada.

Catatan A.H. Nasution perihal peristiwa tersebut diabadikan dalam berbagai tajuk respon internasional bagi kemerdekaan Indonesia. Pun kiranya demikian dengan krisis kemanusiaan yang terjadi di Palestina. Dukungan masyarakat internasional masih menjadi topik utama.

Bahkan Paddy Gibson dari Serikat Buruh Australia memberi himbauan kepada para buruh pelabuhan dunia untuk turut melakukan aksi serupa. "Kita akan melawan mereka (Israel) dari setiap pelabuhan dunia", ujarnya.

Dalam hal ini tentu ada kesamaan peristiwa walau menunjukkan skala waktu yang berbeda. Kehadiran rasa kemanusiaan masyarakat dunia, tentu tidak dapat dipandang sebelah mata. Pada prinsip dasar kemanusiaan dan hak asai manusia.

Kita tentu dapat memahami, bagaimana reaksi kemanusiaan lebih tinggi daripada persoalan sentimen politik atau agama. Kesadaran sebagai manusia saja kiranya sudah cukup untuk melegitimasi keberpihakan kita pada nasib bangsa-bangsa terjajah.

Puluhan ribu korban jiwa yang berjatuhan di Palestina, tentu cukup bagi kita untuk mengetuk nurani dari setiap manusia. Semoga mencerahkan, salam damai, dan terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun