Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Krisis di Palestina dan Pergeseran Politik Global

9 November 2023   05:45 Diperbarui: 11 November 2023   10:17 1101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang anak Palestina bersepatu roda di dekat tembok bergambar mural dengan tema pemilihan umum di kota Gaza, Rabu (28/4/2021). (Foto: AFP/MOHAMMED ABED via KOMPAS.ID)

Pasca berakhirnya Perang Dingin pada tahun 1991, yang ditandai dengan runtuhnya Uni Soviet, seketika membuat peta politik dunia berubah. Post Cold War atau dikenal dengan era Perdamaian Semu, masih memberi ruang konflik dengan pendekatan deradikalisasi.

Deradikalisasi yang mengemuka dengan stigmatisasi teroris atau "penjahat perang", justru mengemuka selama kurun waktu 1991 hingga 2011. Alih-alih demi perdamaian, justru konflik militeristik semakin menguat sejak Perang Teluk berakhir pada tahun 1991.

Kita dapat lihat, bagaimana munculnya negara-negara adikuasa baru pasca berakhirnya Uni Soviet. Seperti China, yang mulanya tidak diprediksi sebagai "ancaman" di kawasan Asia Tengah, Rusia di kawasan utara, dan Libya di kawasan Afrika.

Amerika sebagai satu-satunya negara adidaya pasca Uni Soviet runtuh seakan mendapatkan tantangan barunya. Termasuk Rusia, dengan proyeksi politik yang tetap diperhitungkan secara global, khususnya sejak Vladimir Putin menjabat sebagai Perdana Menteri.

Disini kita akan dapatkan pula, kehadiran Turki sebagai negara yang diperhitungkan secara politik di kawasan Timur Tengah. Bukan secara tiba-tiba tentunya, melainkan secara ideologis yang dianggap mewakili semangat Pan Islamisme.

Maka dapat diketahui skema politik global saat ini sebagai wujud dari perseteruan tiga ideologi besar di masa lampau. Tak lain adalah Neo-Kapitalisme yang direpresentasikan dengan Amerika, dan Neo-Sosialisme yang direpresentasikan dengan Rusia dan China.

Termasuk dengan peta politik di kawasan Amerika Latin, dengan paradoksnya masing-masing. Terkecuali dalam memandang konflik yang berkecamuk pasca Perang Dingin berakhir. Ada semacam kecenderungan untuk selalu mengupayakan perdamaian protektif.

Sebuah opsi yang mengemuka, kala kecamuk Perang Teluk meletus. Pun dengan maraknya aksi revolusi politik di beberapa negara Asia dan Afrika, seperti yang terjadi di Libya pada 2011 silam. Serta ketegangan di Semenanjung Korea dan Kosovo-Serbia hingga kini.

Selain dari konflik militer antara Rusia dan Ukraina, yang belum tuntas. Perseteruan antar ideologi dapat menjadi argumentasi utama dalam menilai realitas politik global. Termasuk fakta kegagalan PBB dalam meredam ketegangan antar negara belakangan ini.

Peta Politik Global Dalam Konflik Palestina-Israel

Sebuah bentuk kegagalan perdamaian dunia adalah munculnya krisis kemanusiaan di Palestina. Sebagai dampak dari okupasi militer Israel terhadap bangsa Palestina beberapa waktu lalu. Puluhan ribu korban jiwa dari kalangan sipil adalah sebagai jawabannya.

Dimana secara historis, krisis di Palestina memang telah terjadi secara bertahap sejak masa Perang Dunia 1 dan 2 berakhir. Pergeseran peta politik global pun belum dapat diprediksi seiring kepentingan regional setiap negara.

Walaupun bangkitnya humanisme internasional kembali tampil sebagai upaya perdamaian yang diserukan oleh berbagai negara. Selain dari sikap politik negara-negara yang bersimpati dengan krisis kemanusiaan di Palestina.

Dengan cara menarik atau menutup kedutaan besarnya yang menjadi jembatan politik antar negara. Bahkan banyak diantaranya secara sepihak memutus hubungan diplomatik dengan Israel. Reaksi politik inilah yang kemudian dapat menjadi bahan analisis.

138 negara yang memberikan dukungan kemerdekaan bagi Palestina di PBB adalah bukti bahwa aksi militeristik Israel di Palestina harus segera diakhiri. Diantara negara yang memberi dukungan bagi Palestina adalah Rusia, Turki, China, dan bahkan Korea Utara.

Selain dari negara-negara pengusung semangat anti-kolonialisme, seperti Indonesia, Malaysia, India, Arab, dan berbagai negara di kawasan Afrika. Secara mayoritas, negara anggota PBB justru mengecam sikap Amerika dan sekutunya yang terlibat dengan Israel.

Dunia tengah memasuki fase kritis yang bisa saja memantik terjadinya konflik terbuka antar negara. Lantaran, Yaman, Iran, dan Yordania "telah" melibatkan diri dalam kecamuk perang di Palestina.

Potensi terpantiknya Perang Dunia 3 tentu menjadi ancaman serius bagi dunia internasional. Memandang konflik yang berkecamuk di kawasan lain, yang dapat berdampak pada peta politik global. Dalam titik ini, keterlibatan masyarakat internasional menjadi kunci.

Kunci dalam mengupayakan terselenggaranya proses perdamaian, melalui upaya politis yang terus diwacanakan dalam berbagai aksi penyadaran. Tidak peduli negaranya mendukung siapa, yang terpenting adalah mencegah krisis kemanusiaan dapat semakin meluas.

Satu hal penting yang patut diperhatikan tak lain adalah dampak terhadap ekonomi dunia. Salah satu penyebab terjadinya krisis ekonomi secara universal adalah terjadinya perang. Sebuah efek domino yang dapat dengan seketika merusak tatanan dunia.

Tentu kita hanya mampu memprediksi, dalam proyeksi perang di akhir zaman kelak. Semoga lekas tercipta perdamaian di bumi Palestina, salam damai, dan terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun