Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Marak Penipuan Berkedok "Charity"

1 November 2023   05:45 Diperbarui: 5 November 2023   13:17 911
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Charity, atau dikenal sebagai program penggalangan dana dengan konsep donasi kemanusiaan, mulai tercoreng akibat maraknya modus penipuan. Belakangan ini, modus penipuan berkedok charity terindikasi lebih terorganisir dengan kepentingan tertentu.

Dengan mengembangkan konsep humanitas, para pelaku ini kerap tampak di berbagai lokasi yang ramai pengunjung. Seperti di Mall, Terminal Bus, Stasiun Kereta Api, atau bahkan di lokasi wisata. Temanya pun beragam, diantaranya adalah aksi membantu sesama.

Apalagi jika ada isu hangat yang berkaitan dengan kemanusiaan, para pegiat charity dadakan seketika muncul di berbagai kegiatan. Targetnya tak lain adalah masyarakat, yang dapat dengan mudah dipengaruhi melalui pendekatan komunikatif antar personal.

Modus pertama biasanya dengan menyentuh sisi kemanusiaan para target/korban. Melalui metode digital yang dapat meyakinkan bagi orang lain agar dapat percaya dengan kegiatan tersebut. Ditambah dengan "bumbu" influencer yang dilibatkan secara ilegal.

Publikasi kegiatan dan bahkan akun media sosial para pelaku, kerap dijadikan bukti untuk meyakinkan publik. Walau tidak semua aksi charity selalu identik dengan penipuan. Banyak pula di antara pegiat charity, yang secara positif bergerak untuk kegiatan sosial nyata.

Dalam hal ini, publik kiranya dapat dengan cerdas mengidentifikasi kegiatan charity yang real or fake dengan beberapa pemahaman. Diantarnya adalah;

1. Pahami konsep yang diangkat.

Konsep yang diangkat biasanya bersifat karitatif (kondisional), dan dapat dikenali dengan jadwal pelaksanaan kegiatan. Kasus fake yang marak terjadi biasanya bersifat jangka panjang, dan tidak disosialisasikan kapan telah dan akan dilaksanakan kegiatan tersebut.

Selain karitatif, biasanya ada juga yang memperkenalkan konsep reformatif (perubahan). Dalam hal ini dapat berupa pemberian modal usaha untuk kegiatan sosial-ekonomi. Dengan indikasi non rasional melalui target modal yang ditawarkan secara umum.

Ada juga yang memperkenalkan konsep transformatif (pendampingan), seperti membangun desa tertinggal, atau bahkan mendirikan komunitas sosial tertentu. Tanpa ada kolaborasi dengan pihak-pihak terkait secara resmi yang memang bergerak pada area tersebut.

2. Pahami tema yang ditawarkan.

Biasanya kasus fake yang ditemukan adalah program berbagi dengan masyarakat marginal. Lagi-lagi tanpa adanya pelibatan dengan lembaga atau organisasi resmi yang bergerak di bidangnya. Modusnya tentu saja dengan meminta bantuan donasi dari masyarakat.

Misal, kegiatan charity di Jakarta, yang mengusung tema pengentasan kemiskinan di daerah Nusa Tenggara. Tanpa ada kerjasama atau hubungan dengan charity program di daerah tujuan. Ini dapat dipertanyakan oleh kita, bagaimana konsep penyaluran dananya.

Atau dengan mengetahui apa ada program serupa di daerah tujuan, yang menjadikan kegiatan tersebut dapat berjalan sesuai dengan harapan pemberi donasi.

Bahkan ada pula yang memberi tawaran unik lainnya, serupa bantuan layanan kesehatan. Hal ini dapat dengan mudah dipahami sebagai program berbagi yang dapat dipertanyakan kebenarannya. Baik dalam penyaluran dana, dan instansi terkait di bidangnya.

3. Aktif bertanya

Metode ini kiranya jadi alternatif akhir dalam memahami sejauh mana kebenaran kegiatan tersebut. Minimal mempertanyakan dari mana (organisasi/ormas/kelompok) kegiatan tersebut dilakukan. Serta sejauh mana kegiatan itu telah dilakukan atau berjalan.

Jikalau bukti digital dianggap belum meyakinkan, maka bisa dilihat dari rekening tujuan donasi. Apakah berupa perseorangan atau atas nama kegiatan tersebut. Selain dari indikasi unsur "pemaksaan" yang kerap dilakukan ketika berdiskusi dengan mereka.

Seandainya kita merasa ada unsur "pemaksaan" tersebut, sudah tentu kegiatan charity yang dilakukan belum dapat dibenarkan. Serta lebih baik tolak, dan segera tinggalkan dengan bijak, karena aksi tersebut belum dapat dipastikan real or fake dalam pelaksanaannya.

...

Beberapa poin diatas kiranya dapat dijadikan alasan untuk dapat mewaspadai kegiatan charity dalam bentuk apapun. Catatan ini pun tersaji atas pengalaman pribadi yang pernah penulis alami. Walau tidak dipungkiri ada berbagai elemen yang secara nyata bergerak di bidang tersebut dengan amanah. Tentu kita dapat memilah dan memahami dengan baik dan bijaksana.

Semoga bermanfaat, salam damai, dan terima kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun