Tanggal 28 Oktober, telah ditetapkan sebagai Hari Sumpah Pemuda, yang bersatu dalam tekad perjuangan bersama. Dalam konsep bertumpah darah satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu, Indonesia. Persatuan dan kesatuan bangsa menjadi prioritas utamanya.
Paradigma perlawanan kedaerahan pun tidak lagi menjadi opsi utama perjuangan bangsa. Tokoh-tokoh intelektual sudah mulai beralih untuk membuka kerjasama secara luas. Yakni dengan membangun kesadaran nasional demi meraih kemerdekaan.
Tak lagi terjebak dalam egosentrisme tradisional, yang marak sejak masa kerajaan-kerajaan besar Nusantara berdiri. Walaupun pada akhirnya muncul egosentrisme ideologis. Namun, hal itu dikategorikan sebagai proses peralihan zaman yang senantiasa bergerak.
Perkembangan ideologi dunia dapat dianggap sebagai salah satu faktor penentu perubahan revolusioner tersebut. Tidak sekedar mampu menghasilkan geliat gerakan nasional, melainkan mulai masuk dalam orientasi mengornaisasi kekuatan bersenjata.
Ben Anderson pun merefleksikannya dalam tajuk Revolusi Pemuda. Sebagai perubahan perjuangan intelektual yang bertransformasi menjadi perjuangan semesta. Tentu dengan angkat senjata, dan tak lagi berada dalam jalur yang diplomatis.
Setiap masa selalu ada transisi generasi yang hadir menjawab tuntutan zaman. Tak luput juga peran sertanya dalam panggung politik kebangsaan. Selain dari tujuan yang lebih bersifat idealistik. Dengan proyeksi jangka panjang untuk masa depan bangsanya.
Paradoks inilah yang tidak dapat ditutupi dalam pendekatan sejarah. Mengorganisasi diri dianggap hal yang mustahil terjadi kala itu, dengan beragam konsekuensi hukum pemerintah kolonial. Faktanya, tidak ada yang mustahil untuk mengorganisasi diri.
Pengorganisasian kekuatan bersenjata, yang terkesan mustahil pun dapat dilakukan secara bertahap oleh para pejuang Republik. Tak lain karena hadirnya semangat meraih kemerdekaan mutlak, dan bukan hasil buah tangan dari para penjajah.
Sumpah Pemuda, dan masa perjuangan semesta, kiranya menjadi benang merah sejarah yang tidak dapat dipisahkan. Walau terkesan mustahil dilakukan pada awalnya. Merdeka dari penjajahan akhirnya dapat diraih dengan perjuangan para pahlawan bangsa.
Pun demikian, seiring perjalanan sejarah panjang bangsa Indonesia. Konsep persatuan dan kesatuan bangsa senantiasa menjadi harga mati yang selalu dipertahankan. Baik pada masa Orde Lama, ataupun Orde Baru, yang memiliki paradoksnya masing-masing.