Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sumpah Pemuda Paradoks Menuju Indonesia Emas

28 Oktober 2023   05:45 Diperbarui: 28 Oktober 2023   05:48 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Logo Sumpah Pemuda ke-95 (sumber: Kemenpora via kompas.com)

Tanggal 28 Oktober, telah ditetapkan sebagai Hari Sumpah Pemuda, yang bersatu dalam tekad perjuangan bersama. Dalam konsep bertumpah darah satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu, Indonesia. Persatuan dan kesatuan bangsa menjadi prioritas utamanya.

Paradigma perlawanan kedaerahan pun tidak lagi menjadi opsi utama perjuangan bangsa. Tokoh-tokoh intelektual sudah mulai beralih untuk membuka kerjasama secara luas. Yakni dengan membangun kesadaran nasional demi meraih kemerdekaan.

Tak lagi terjebak dalam egosentrisme tradisional, yang marak sejak masa kerajaan-kerajaan besar Nusantara berdiri. Walaupun pada akhirnya muncul egosentrisme ideologis. Namun, hal itu dikategorikan sebagai proses peralihan zaman yang senantiasa bergerak.

Perkembangan ideologi dunia dapat dianggap sebagai salah satu faktor penentu perubahan revolusioner tersebut. Tidak sekedar mampu menghasilkan geliat gerakan nasional, melainkan mulai masuk dalam orientasi mengornaisasi kekuatan bersenjata.

Ben Anderson pun merefleksikannya dalam tajuk Revolusi Pemuda. Sebagai perubahan perjuangan intelektual yang bertransformasi menjadi perjuangan semesta. Tentu dengan angkat senjata, dan tak lagi berada dalam jalur yang diplomatis.

Setiap masa selalu ada transisi generasi yang hadir menjawab tuntutan zaman. Tak luput juga peran sertanya dalam panggung politik kebangsaan. Selain dari tujuan yang lebih bersifat idealistik. Dengan proyeksi jangka panjang untuk masa depan bangsanya.

Paradoks inilah yang tidak dapat ditutupi dalam pendekatan sejarah. Mengorganisasi diri dianggap hal yang mustahil terjadi kala itu, dengan beragam konsekuensi hukum pemerintah kolonial. Faktanya, tidak ada yang mustahil untuk mengorganisasi diri.

Pengorganisasian kekuatan bersenjata, yang terkesan mustahil pun dapat dilakukan secara bertahap oleh para pejuang Republik. Tak lain karena hadirnya semangat meraih kemerdekaan mutlak, dan bukan hasil buah tangan dari para penjajah.

Sumpah Pemuda, dan masa perjuangan semesta, kiranya menjadi benang merah sejarah yang tidak dapat dipisahkan. Walau terkesan mustahil dilakukan pada awalnya. Merdeka dari penjajahan akhirnya dapat diraih dengan perjuangan para pahlawan bangsa.

Pun demikian, seiring perjalanan sejarah panjang bangsa Indonesia. Konsep persatuan dan kesatuan bangsa senantiasa menjadi harga mati yang selalu dipertahankan. Baik pada masa Orde Lama, ataupun Orde Baru, yang memiliki paradoksnya masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun