2. Memilih untuk golput, dan
3. Berpandangan skeptis.
Semua hak dan kewajiban yang menjadi syarat pelaksanaan pemilu kiranya tak luput dari pantauan semua pihak. Sehingga secara masif menimbulkan kondisi saling curiga antar sesama pendukung paslon. Bukan sekedar adu kekuatan politik dibalik meja semata.
Suasana saling mengawasi inilah yang sebenarnya dapat dijadikan prospek demokratisasi secara positif. Ada unsur pelibatan rakyat dalam suatu mekanisme pemilihan para wakil rakyat. Baik perilaku terhadap lembaga legislatif, eksekutif, ataupun yudikatif.
Maka wajar, jika orientasi utama sistem demokrasi harus dikembalikan kepada hak rakyat. Tak lain karena posisi mereka adalah para konstituen itu sendiri. Tidak sekedar memiliki hak pilih, namun memiliki sejuta harapan bagi masa depan bangsa ini.
Rakyatlah sejatinya para pemenang dari kompetisi lima tahunan ini. Bukan bagi para tokoh politik, ataupun partai sebagai kendaraan politisnya. Konsekuensi inilah yang harus dipahami dalam sistem pemerintahan demokratis, sesuai Pasal 1 Ayat 2 UUD 1945;
"Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar".
Atau secara garis besar dijelaskan seperti kedaulatan berada di tangan rakyat. Dengan rujukan Sila 4 pada Pancasila, dengan narasi;
"Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan".
Jadi, siapapun kelak pemenang dalam konstelasi pemilu 2024 mendatang, seyogyanya dapat tetap menempatkan posisi rakyat sebagai tujuan utamanya. Janji politik yang seharusnya ditepati dan dijalankan, dengan atau tanpa melihat kepentingan lainnya.
Kiranya, Miriam Budiarjo menjelaskan secara implementatif dalam Dasar-Dasar Ilmu Politik. Baik secara proses, alur, hingga pengejawantahannya dalam kehidupan sosial-politik. Bagaimana demokratisasi dapat berlaku secara baik dan berkemajuan.