Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Undecided Voters, Potensial Namun Berbahaya

21 Oktober 2023   05:45 Diperbarui: 21 Oktober 2023   11:33 1500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa sangka, undecided voters selalu dianggap sebagai penentu final jumlah perolehan suara pada Pemilu. Selain dari swing voters yang turut memberi sumbangsih besar melalui pendekatan rasionalnya. Jumlahnya pun tidak main-main, sekitar 17-20 persen.

Data tersebut merujuk pada survey Litbang Kompas per bulan Oktober 2022. Dengan potensi porsentase yang meningkat dari bulan Juni 2022 sebelumnya. Tak lain karena undecided voters merupakan pemilih yang selalu melihat realitas politik secara faktual.

Baik yang berdasarkan analisis kritis, ataupun sekedar memberi pilihan melalui hati nurani semata. Perilaku politis pemilih ini tidak dapat diterka sebagai kalkulasi pemenangan secara utuh. Artinya adalah, tidak melulu dapat diproyeksi melalui pendekatan data.

Walaupun potensi kehadirannya dapat diprediksi melalui kalkulasi politik parsipatoris. Bukan sekedar melalui kampanye terbuka tanpa ada unsur keterlibatan secara langsung kepada mereka yang belum memberi pilihan politisnya. Lantaran sifat strukturalnya.

Jika merujuk pada teori fungsional Durkheim, tentu ada korelasi antara kebutuhan individu dengan kebijakan publik yang realistis. Pendekatannya memang terbilang pragmatis, namun memiliki konsekuensi besar dari perilaku sosial antar individu.

Lain hal jika undecided voters ini dapat terlibat secara langsung dalam berbagai kesempatan politik. Karakteristik manusia Indonesia, yang komunikatif dalam berbagai hal, dapat dianggap sebagai modal utamanya. Khususnya kala mengemukakan liberasi politiknya.

Ada semacam gerakan sosial-politis yang selalu terjadi di lingkar grass root. Dalam locus-locus minor, yang melibatkan individu yang satu dan lainnya. Dalam konteks saling mempengaruhi dari segi kebutuhan ekonomi yang tentunya rasional.

Biasanya hal ini bersumber dari fakta sosial melalui kebijakan politis yang dianggap tidak memihak. Talcott Parsons, mendefinisikan sebagai area keseimbangan sosial melalui berbagai institusinya. Koreksinya tentu jika institusi tersebut tidak berjalan dengan baik.

Akan ada semacam "mosi" apolitis, berdasar pandangan subjektif dengan melihat secara mayor realitas yang ada. Kendati demikian, eksisteni undecided voters dapat dijadikan modal bagi prosesi demokratisasi secara positif.

Dengan proyeksi yang lebih nyata terhadap para kandidat pilihan konstituen. Perspektif yang terbangun tak lain adalah sebagai agen penggerak bagi kesadaran politis masyarakat awam. Tak terkecuali perihal mekanisme Pemilu yang demokratis.

Mendapatkan dukungan dari undecided voters pun tidak serta merta melalui pendekatan politis yang umum dilakukan. Apalagi sampai mampu menggerakkan mereka sebagai bagian dari proses demokratisasi bagi pemilih pemula.

Salah satu metodenya tentu dengan memberi ruang pelibatan secara aktif. Membuka seluas-luasnya pelibatan publik secara terbuka. Khususnya dalam merumuskan agenda kedepan bagi kepentingan publik melalui visi misi kampanye dari setiap paslon.

Selama ini, kiranya kebutuhan hajat hidup orang banyak justru tidak menjadi prioritas utama yang teragendakan secara pasti. Inilah kiranya yang menjadi dasar argumentasinya. Kebijakan yang pro rakyat, masih menjadi tugas rumah bagi pemimpin selanjutnya.

Ditambah dengan swing voters, yang secara jelas memberi batasan terhadap ruang pelibatan politis. Sikap netralnya dalam politik jelang Pemilu, lebih mengarah pada pilihan yang dilihat melalui sajian program kerja semata.

Khususnya terhadap visi misi dari setiap paslon, yang dianggap rasional atau tidak rasional. Walau perbedaannya terlihat dalam aspek sosialisasi yang lebih tertutup. Berbagai faktor realitas sosial politik biasanya menjadi dasar sikap eksklusifnya.

Jadi, baik undecided voters ataupun swing voters, sama-sama memiliki proyeksi politiknya masing-masing. Bukan selalu dijadikan "kambing hitam" terjadinya aksi golput setiap gelaran Pemilu tiba.

Sikap kritisnya tentu menjadi pilihan rasional dan harus dapat dipahami dari sudut pandang yang positif dalam demokrasi. Tinggal bagaimana dari para kandidat dapat meraih dukungan suara mereka secara baik.

Baik melalui tim pemenangan dari masing-masing kandidat, ataupun dari para partisan politiknya. Semua paslon kiranya memiliki peluang yang sama, baik Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan. Pemilu damai harus tetap menjadi prioritas bersama.

Salam damai, dan terima kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun