Sejauh ini pun kita tahu, bagaimana resistensi yang terjadi di lapangan selalu berakhir dengan aksi bentrokan. Khusus perihal konflik tanah/lahan, dengan atau tanpa proses yang telah dilalui secara matang dengan pendekatan yang humanis.
Belum lagi atas nama optimalisasi perekonomian melalui dukungan para investor. Seolah rakyat kerap dijadikan korban atas berbagai kebijakan yang dianggap tidak berpihak dan timpang sebelah. Terlebih jika resistensi yang terjadi sampai menimbulkan korban.
Hal ini dapat jadi analisis bersama tentunya, dalam melihat latar belakang para bacapres ketika menyelesaikan konflik agraria kala menjabat sebagai pemangku kebijakan. Atau dalam persepsi terkait persoalan agraria dengan harapan-harapan melalui visi misinya.
Apalagi disebutkan jumlah petani gurem di Indonesia per tahun 2023 mencapai 9,48 juta jiwa. Rasio yang sangat besar, jika upaya reforma agraria dapat diwujudkan dalam beragam dukungan politisnya. Bukan sekedar janji kala kampanye jelang Pemilu 2024.
Entah melalui sikap tegas terhadap problematika pada penerapan reforma agraria, atau kepada kebijakan publik yang dirasa dapat memberi daya dukung sosial. Walaupun sekedar memberi persepsi positif terhadap upaya menghadirkan kesejahteraan publik.
Inilah kiranya yang dapat disampaikan dalam upaya memberi daya dukung politis melalui optimalisasi reforma agraria. Harapannya tidak lain demi kesejahteraan bersama bagi masyarakat arus bawah dalam ruang agraria.
Salam damai, semoga bermanfaat, dan terima kasih.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI