Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Kisruh Pemilu; Hidup Mati Demi Demokrasi

4 September 2023   05:45 Diperbarui: 4 September 2023   06:48 840
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kisruh politik (sumber: kompas.id/chy)

Maka wajar, jika kemudian gesekan yang terjadi, kerap melibatkan unsur tentara dalam kepentingan politik atau kelompok. Seperti halnya upaya pembentukan angkatan ke 5, yang jadi tujuan PKI dalam meraih dukungan elemen bersenjata.

Atau dalam afiliasi unsur militer terhadap dukungan politiknya kepada partai tertentu. Inilah muasal terjadinya konflik berdarah, yang memuncak pada September 1965 di kemudian hari. Pun terhadap kelompok nasionalis dan agama, yang terlibat dalam kisruh politik kala itu.

Sama halnya pada peristiwa-peristiwa jelang pemilu di masa-masa selanjutnya. Kepentingan partai kiranya jadi orientasi yang memberi sekat bagi keterlibatan masyarakat secara partisipan. Jadi, hanya terhadap unsur partai yang memiliki kendali atas jalan politik.

Hal inilah yang kemudian membuat ribuan pendukung PKI ditangkapi usai peristiwa September 1965. Walaupun sebatas simpatisan dan anggota tidak tetap partai (PKI). Bahkan banyak diantaranya tidak mengetahui apa yang terjadi di Jakarta dan Jogjakarta.

Persoalan kepartaian yang memang lebih mengarah pada kepentingan pimpinan partai, sudah menjadi realitas politik sedari dulu. Tak luput dalam kebijakan partai melalui berbagai keputusan yang dianggap perlu dan mampu mendulang dukungan massa.

Dalam konteks demokratisasi, tentu hal ini tidaklah memberi ruang edukasi bagi para partisan politik. Secara umum, realisasi daya dukung politik patutnya turut melibatkan para partisan yang memiliki relasi sosial. Tanpa harus mengorbankan para simpatisan demi kepentingan politik yang pragmatistik.

Semoga ada hikmah yang dapat diambil dari kisah politik bangsa di masa lalu. Tentunya demi ketercapaian demokrasi yang lebih baik di kemudian hari. Salam damai, semoga bermanfaat dan terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun