Maraknya kasus pinjaman online yang tengah membuat keresahan sosial tentu tidak luput dari faktor kesejahteraan secara ekonomi. Realitas ekonomi yang dianggap belum mensejahterakan masyarakat, kiranya dapat dianggap sebagai faktor utamanya.
Selain dari persoalan lapangan pekerjaan, yang kurang dianggap layak dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Tak terkecuali bagi profesi seorang pendidik (guru). Tentunya dengan beragam alasan dan faktor yang mendasarinya.
Jika bicara mengenai kesejahteraan, akan banyak argumentasi terkait kebijakan publik. Dengan pendekatan yang populis ataupun non populis, terkait hajat hidup orang banyak. Atas dasar inilah, analisis maraknya korban pinjaman online ilegal dapat mengemuka.
Dalam pola kehadirannya yang dianggap solutif, dalam mengatasi persoalan ekonomi. Namun, ada konsekuensi yang besar dibalik merebaknya penyedia layanan pinjaman online ilegal. Yakni terkait nasabah, yang kerap masuk dalam kategori bermasalah.
Bermasalah dalam proses pengembalian dana pinjaman yang telah ditarik. Hingga membuat munculnya permasalahan sosial, baik secara kriminal ataupun pelanggaran hukum lainnya. Dimana belakangan sudah merebak menjadi teror online berbasis media digital.
Teror online inilah yang sepatutnya dapat dijadikan bahan edukasi hukum bersama. Dimana ada bentuk sosialisasi yang tepat bagi masyarakat melalui pemahaman dalam mengantisipasinya. Atau bahkan menyelesaikannya melalui kaidah hukum yang berlaku.
Walau dasarnya adalah kebutuhan ekonomi yang mendesak. Baik dalam lingkungan keluarga, atau bahkan tanggung jawab kerja. Disebutkan bahwa diantaranya justru berangkat dari pola hidup konsumtif. Namun sisi konsumtif ini sebagai faktor pelengkapnya.
Berangkat dari berbagai diskusi terkait pinjaman online ilegal ini, banyak diantara masyarakat yang terjebak lantaran pesan random dari sistem atau aplikasi pinjaman. Satu aspek yang tidak banyak dipahami masyarakat awam tentunya. Khususnya bagi para guru.
Jika kita tinjau melalui data NoLimit Indonesia, posisi tenaga pendidik (guru) mendapatkan peringkat pertama dalam kasus pinjaman online ilegal. Dengan persentase sebanyak 42 persen sejak tahun 2021 silam. Lainnya adalah korban PHK hingga ibu rumah tangga.