Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Fenomena Goyahnya Partai Besar Jelang Pemilu 2024

28 Juli 2023   05:45 Diperbarui: 28 Juli 2023   05:48 603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum usai persoalan internal yang menimpa partai Demokrat, kini kita melihat bagaimana partai Golkar tengah diterpa masalah serupa. Yakni dengan adanya wacana Munaslub, yang hendak mengganti Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum partai Golkar.

Realitas politik yang kiranya dapat memberi kesan negatif bagi para calon konstituen. Pecah belah partai, menjadi fenomena jelang gelaran pemilu tahun 2024 mendatang. Khususnya dalam menyoroti persoalan internal partai-partai besar belakangan ini.

Tak luput dari masalah yang tengah menerpa Airlangga Hartarto usai diperiksa oleh Kejagung, atas dugaan korupsi izin ekspor minyak sawit. Partai Golkar juga disebut-sebut tengah mengalami krisis kepercayaan kader.

Kala Generasi Muda Partai Golkar mengadakan diskusi membahas persoalan kepartaian yang berakhir ricuh beberapa waktu lalu. Polemik internal partai, memang mencuat dengan berbagai narasi yang berkembang terkait kebijakan politik partai.

Walau Airlangga Hartarto meyakinkan bahwa partai Golkar baik-baik saja. Namun fakta yang ramai diperbincangkan justru bertolak belakang. Lantaran banyak tokoh partai Golkar yang menyatakan kesiapannya, untuk merebut posisi Ketum partai melalui Munaslub.

Bahkan Luhut Binsar Panjaitan (LBP) bersama Bahlil disebut sebagai kandidat kuat, menggantikan posisi Airlangga Hartarto. Secara politis, persoalan ini tentu menjadi kerugian bagi partai Golkar. Dimana tiap partai seharunya sudah fokus pada persiapan pra pemilu.

Bukan hanya menampilkan goyahnya partai besar sekelas partai Golkar, dan partai Demokrat saja. Namun demikian pula dengan PDIP, khususnya terkait kader-kader PDIP yang justru memberi dukungan kepada kandidat capres lain.

Secara faktual memang ada semacam inisiatif politik yang bermuara pada kepentingan kelompok dan bahkan pribadi. Bukan hanya membuka ruang bagi terciptanya politik transaksional, melainkan hingga tendensi terhadap konflik kepentingan.

Dalam ekskalasi politik yang makin panas, tentu persoalan konflik internal dapat mempengaruhi elektabilitas partai. Secara perlahan ada perubahan cara pandang yang tampil ke permukaan, dalam memahami peta politik yang ada saat ini.

Politik dua kaki, atau bahkan tiga kaki, sudah muncul sebagai alternatif strategi yang menjanjikan. Berbekal hak menentukan pilihan, aturan organisasi justru kerap dilanggar. Baik secara komunal atau individual, dengan proyeksi pragmatis dan lebih terstruktur.

Inilah mengapa, banyak partai besar yang terlihat goyah beberapa waktu ini. Isu "kudeta" ataupun "pengambilalihan" pimpinan, menjadi topik hangat yang selalu diperbincangkan. Apalagi terkait dengan para tokoh sentral dalam setiap partai politik.

Entah dalam strategi memecah belah partai, ataupun membangun dukungan alternatif, publik masih menerka. Kebijakan ataupun keputusan partai hanya terasosiasikan dengan sikap klarifikasi. Tanpa ada kebijakan serius dalam penyelesaian masalahnya.

Jadi, wajar jika berkembang berbagai persepsi yang beraneka ragam dalam melihat fenomena politik saat ini. Baik partai Golkar, partai Demokrat, ataupun PDIP, yang memang telah memberi arah politiknya dalam gelaran pemilu 2024 mendatang.

Kebijakan-kebijakan partai sudah tentu menjadi sikap final yang menjadi arah gerak dengan strategi politiknya masing-masing. Bukan justru terjebak dalam polemik internal, yang merugikan partai dalam orientasi membangun branding politik secara kompetitif.

Dalam perspektif ini, kiranya pun belum dapat diprediksi bagaimana proyeksi partai-partai besar tersebut dalam kebijakan politiknya kedepan. Apalagi, bagi partai yang telah mendeklarasikan kandidat capres demi pemenangan pada masa kampanye nanti.

Narasi persatuan dan keutuhan partai tentu menjadi penilaian tersendiri bagi para konstituen untuk memberi hak suaranya. Bagaimana akan dapat membangun bangsa, jika persoalan internal partai tidak dapat diselesaikan secara bijak.

Demikian kiranya, analisis yang dapat dikemukakan sebagai kritik terhadap realitas politik saat ini. Harapan publik tentu hanya satu, yakni membawa kemajuan bangsa dalam bingkai persatuan dan kesatuan. Bukan justru tercerai berai dalam berbagai persoalan.

Semoga bermanfaat, salam damai, dan terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun