Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Siapa Diuntungkan dalam Polemik JIS?

11 Juli 2023   05:45 Diperbarui: 11 Juli 2023   05:48 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Analisis ini hanya sekedar menilai siapa yang diuntungkan secara politis terkait polemik Jakarta International Stadium/JIS. 

Memang secara kalkulatif, persoalan JIS mendapatkan atensi luar biasa dimata publik. Apalagi jika dikaitkan dengan persoalan politik, yang menyangkut nama para tokoh dengan ragam narasi positif atau negatif.

Dalam hal ini tentu saja nama Anies Baswedan yang paling banyak disebutkan, sebagai penggagas stadion bertaraf internasional ini. 

Walau belakangan dikatakan ada persoalan terkait kualitas stadion yang hendak dipergunakan untuk gelar Piala Dunia U-17. Inilah yang menjadi topik hangat belakangan ini.

Selain itu ada peran Erick Thohir, selaku Menteri BUMN, yang disebutkan tengah memfasilitasi dalam upaya optimalisasi JIS. Bukan sekedar narasi membangun geliat olah raga (sepak bola) tanah air, melainkan narasi politis yang dikaitkan dengan elektabilitasnya. Jadi, bukan hanya Anies Baswedan, pun dengan Erick Thohir, ataupun pejabat publik lainnya.

Sebutlah Menpora Dito Ariotedjo, atau Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, yang juga dianggap memberi kontribusi demi optimalisasi JIS. Jika dinarasikan dalam upaya meraih dukungan politis, tentu ada dua nama, yakni Anies Baswedan sebagai kandidat capres, dan Erick Thohir sebagai kandidat cawapres.

Walau beredar narasi akan kontribusi Presiden Jokowi, dalam upaya perbaikan JIS yang didanai oleh Pemerintah. Jika dianalisis, tentu hal ini merupakan "angin segar" bagi Erick Thohir yang diuntungkan dalam elektabilitas. Dimana menurut berbagai lembaga survei, elektabilitas Erick Thohir saat ini telah dianggap melampaui peroleh Sandiaga Uno ataupun Ridwan Kamil.

Dimana secara signifikan, elektabilitas Anies Baswedan juga disebut naik, lantaran kerap menjadi area diskursus publik menyoal polemik JIS secara faktual. Namun, disini kita tidak akan sentuh area kontroversi antar pendukung politiknya masing-masing. Melainkan berangkat dari realitas konstituen yang kerap menyebutkan Anies Baswedan dan Erick Thohir secara positif.

Fakta politik inilah yang dapat dijadikan tela'ah bagi para pendukung masing-masing pihak. Agar tidak semakin melebar menjadi area perseteruan subjektif, yang membuat rasa empati justru mampu mengalahkan rasionalitas. Secara objektifitas tentu kita dapat menilainya sendiri, apalagi jika kita telah mengunjungi JIS secara langsung.

Penilaian politis ini tentu bukan sekedar menjadi wacana yang terus viral di berbagai media sosial atau elektronik. Melainkan wujud realisasi dari upaya optimalisasi JIS sebagai stadion yang dapat membanggakan Indonesia. Kita (publik) kiranya hanya dapat melihat fakta di lapangan, jika memang ada upaya optimalisasi JIS tanpa ada unsur politis yang menyertainya.

Bukan sekedar memberi perspektif negatif terkait eksistensi JIS melalui sudut subjektifitasnya, melainkan secara paripurna melihat potensi JIS sebagai arena olah raga yang dapat memberi kesan positif Indonesia dimata dunia. Unsur positivisme inilah yang dapat menjadi tolak ukur keberhasilan kita sebagai bangsa yang memberi dukungan besar bagi harapan anak-anak dimasa datang.

Tidak melulu dalam sudut pandang politisasi ruang publik menjadi area yang tabu untuk disentuh. Inilah kiranya, mengapa kemudian narasi polemik JIS dapat terus mengemuka dan mendiaspora publik. Baik pemerintah, melalui Menteri BUMN, PUPR, Menpora, atau Anies Baswedan, secara positif kita dapat menilainya sendiri.

Semua dapat dikatakan memiliki keuntungan politis yang dapat memberi ruang bagi tercapainya demokrasi secara baik. Khususnya dalam upaya terselenggaranya pemilu damai, serta jauh dari narasi hitam putihnya politik saat ini. Terkait elektabilitas, tentu tidak dapat dibenarkan secara valid. Lantaran sifatnya yang fluktuatif, tergantung bagaimana publik menilai tokoh-tokoh tersebut.

Semoga bermanfaat, dan terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun