Kemandirian ekonomi, dalam hal ini diproyeksikan sebagai agenda besar sebuah bangsa merdeka. Agenda jangka panjang, yang bersumber dari harapan generasi muda di masa datang. Khususnya dalam menghadapi tantangan zaman yang makin berkembang dan serba digital.
Di masa mendatang, semua akan dihadapkan dengan mesin, yang didaulat sebagai sistem multimekanis pengganti kerja manusia. Dalam berbagai bidang, semua sistem mekanis sudah mulai dijalankan dengan pola adaptasi berdasarkan ketepatgunaannya. Tak lain demi mengurangi biaya produksi yang semakin tidak terkendali.
Kiranya hal ini adalah terobosan revolusioner dalam bidang industri yang modern, dengan segala hal terbarukannya. Pun dengan kiprah manusia, yang kelak akan makin sempit mendapatkan ruang kerja. Terlebih pada area kerja mekanis dan terintegrasi bersama sistem digitalisasi.
Ruang kerja yang seharusnya ada dan diperuntukkan secara luas, kini tidak lagi dapat diproyeksikan secara pasti. Kemajuan teknologi kini telah membatasi gerak manusia dengan sistemnya yang statis. Tanpa mampu menghadang laju teknologi yang semakin pesat. Dalam hal ini kiranya dapat kita lihat bagaimana fenomena perkembangan teknologi tersebut telah merambah di setiap desa.
Kerja-kerja manusia pun tergantikan dengan hadirnya mesin produksi yang datang dari luar pemahaman orang desa. Pola kerja secara kolektif, sedikit demi sedikit mulai tampak ditinggalkan. Kemandirian dalam kebersahajaan mulai teralihkan dengan nuansa baru era digitalisasi yang menjanjikan.
Namun tidak untuk semua kalangan, melainkan hanya untuk individu yang paham perubahan. Kiranya demikian sistem kerja era digital telah mereduksi segala aspek interaksi sosial. Khususnya bagi generasi muda, yang teralihfungsikan menjadi pekerja mekanis. Hal ini dapat dikatakan sebagai dampak dari industrialisasi di area desa.
Baik melalui mobilisasi pekerja luar, atau menegasikan kerja-kerja tradisional dalam narasi negatif dan harus ditinggalkan. Ini bukan sekedar melihat seekor kerbau yang tergantikan dengan traktor. Melainkan dengan konsep teknologi modern yang bertujuan dalam upaya eksploitasi sumber alam pada sebuah desa.
Ambil contoh kisah Mang Aceng, yang tidak lagi memerlukan asisten dalam menebang bambu secara kolektif, lantaran sudah ada alat pemotong yang lebih ringkas dan mekanis. Jadi, kegiatan memotong bambu yang biasanya dilakukan oleh sekelompok orang, sudah mulai diprioritaskan untuk kerja individu. Sisanya tinggal menggunakan mesin, yang digerakkan oleh teknisi khusus.
Lantas, bagaimana dengan nasib adik-adik Mang Aceng, dalam upaya pemenuhan kebutuhan ekonominya? Karena perusahaan hanya mempekerjakan Mang Aceng, sebagai kuli angkut bambu secara individu. Inilah kiranya yang menjadi harapan bagi generasi muda di masa yang akan datang. Baik melalui kebijakan yang adaptif, ataupun dengan memberi pendampingan ekonomi berkelanjutan.
Tak lain demi memberi peluang, dalam kemandirian ekonomi yang prospektif bagi kemajuan desanya. Keberpihakan terhadap nasib generasi muda, sudah tentu menjadi narasi menarik yang mampu memikat simpati dari para konstituen kelak. Tak lain karena sifat positifnya, dengan orientasi yang subtansi dalam upaya membangun bangsa di masa datang.
Sama halnya dengan apa yang dialami oleh petani muda penggarap lahan kentang di Dieng. Harapannya tidak lain adalah kestabilan harga kentang dipasaran, dengan narasi optimis untuk pasaran terbaiknya. Bukan sekedar meniadakan kerja kolektif para pengupas kentang, dengan sistem mekanis. Melainkan memberi ruang alternatif, yang lebih manusiawi dalam meraih penghidupan layak.
Walaupun konsep ekowisata menjadi daya pikat bagi wisatawan, namun keterbatasan aksesbilitas untuk optimalisasi wisata ramah alam justru tergerus dengan ruang pribadi di area digital. Dalam hal ini, tentu saja modal menjadi bagian penting sebagai daya dukung yang rasional. Dimana persoalan modal tersebut realitasnya justru menjadi kendala para generasi muda desa.
Menyikapi persoalan ini, tentu kita tidak dapat hanya berpaku pada area kebijakan publik semata. Melainkan secara sadar, memberi dukungan melalui berbagai pendekatan. Misal, memberi ruang edukasi bagi penggunaan media digital, sebagai area pemasaran dengan pendekatan realitas sosial ataupun ekonomi.
Pun terhadap unsur mekanis, yang diharapkan tidak menghilangkan tradisi masyarakat lokal. Dalam hal ini adalah kebiasaan sosial yang menjadi penopang utama kemandirian desa. Khususnya bagi generasi mudanya, melalui optimalisasi ruang kerja yang lebih terbuka di desanya. Walaupun tetap melibatkan unsur mekanis yang modern.
Modal sosial inilah yang kiranya dapat berkembang menjadi narasi ketahanan ekonomi dalam menghadapi tantangan zaman. Baik dalam menyikapi era industri mekanis ataupun digitalisasi ruang-ruang sosial serta ekonomi. Melalui pendekatan realitas ini kiranya dapat disampaikan secara terbuka. Harapan-harapan dari generasi muda desa, yang selalu berjuang untuk kemandirian ekonomi.
Bukan sekedar untuk kebutuhan hidup. Melainkan kewajiban menjaga identitas sebagai bangsa agraris, yang dapat selalu dikisahkan penuh kebanggaan bagi anak cucunya kelak. Semoga bermanfaat, dan terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H