Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

"Trust Issue", Tantangan bagi Pemilih Pemula?

4 Juli 2023   12:30 Diperbarui: 7 Juli 2023   07:16 800
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi trust issue (sumber: dokpri edited by canva)

Trust issue, yang dimaknai dalam persepsi masalah kepercayaan, kiranya dapat menjadi abstraksi dari perkembangan politik yang faktual belakangan ini. Khususnya perihal pemilu dan kesempatan bagi para pemilih pemula untuk memberikan hak suaranya. 

Masalah kepercayaan dengan para kandidat atau kontestan pemilu ini berkembang seiring masifnya informasi dari berbagai berita.

Narasi bertendensi negatif dan unsur saling memberi presenden buruk, kiranya telah sampai pada persepsi trust issue. Parahnya, hal ini diakomodir sebagai bagian dari upaya mendapatkan animo positif dari konstituen. 

Bukan justru membangun kesadaran politik yang edukatif dalam proyeksi demokratisasi. Inilah yang patut digarisbawahi oleh berbagai elemen pendukung politisasi publik.

Kita analisis saja dampak dari trust issue yang berkembang jadi sikap apatis secara politis. Bahkan dapat membangun narasi anti politik menjadi gerakan golput. 

Nah, golput inilah yang jadi masalah dalam sebuah ritus pemilu. Dimana potensi terbesar ada pada kalangan pemilih pemula. Dalam potensi yang dapat secara masif membesar jadi gerakan politik puritanistik.

Jika dalam teori politik dijelaskan bahwa ukuran kepercayaan menjadi hal utama dalam membangun pemerintahan. 

Maka tentu kehadiran kelompok yang membawa trust issue, dapat menjadi tantangan terbesarnya. Yakni melalui penggiringan opini yang memberi konsekuensi negatif terhadap kepercayaan umum. Khususnya ketika hendak memberikan hak suaranya.

Entah melalui persoalan personal dari para kandidat, atau terkait dengan kebijakan publik yang kerap dikaitkan bersama dampak persoalan sosial. Dengan tujuan membangun rasa tidak percaya terhadap para tokoh yang tengah berkompetisi. 

Terlebih jika hal tersebut dimotori pula oleh simpatisan dari masing-masing kandidat. Hingga membuat rasa kepercayaan publik hilang, akibat dari berbagai macam polemik politik yang terbangun.

Publik yang terlanjur kecewa karena tidak adanya edukasi politik secara positif, akan mempersepsikan dengan narasi rasa anti politik. Kekecewaan terhadap realitas politik yang faktual terjadi. 

Dengan dampak kehilangan rasa percaya publik secara masif. Khususnya terhadap para politikus, baik terhadap wacana capres, hingga pemilihan calon wakil rakyat di parlemen.

Inilah yang kelak berkembang menjadi kekuatan oposisi. Bukan sekedar dari kekecewaan secara politis, melainkan karena proses politisasi non edukatif justru marak terjadi. Dalam locus sosial yang dapat membuka potensi konflik antar kelompok ataupun golongan. 

Apalagi jika para pemilih pemula memaknai realitas tersebut menjadi sebuah karakter yang menihilkan esensi. Esensi yang seharusnya berlaku positif dalam alur dan mekanisme pemilu damai.

Ketidakpercayaan terhadap para calon pemimpin ini kiranya dapat menjadi kajian bersama dalam merumuskan agenda kampanye. Agar tidak ada lagi narasi saling hujat atau menjatuhkan satu dengan lainnya. 

Baik dalam ruang diskusi, ataupun ruang publik, yang kerap dimaknai beragam oleh para pendukung masing-masing calon. Agar trust issue dapat diminimalisir sesuai dengan harapan dari para konstituen.

Sebagai ruang penyadaran kritis terhadap harapan bagi para konstituen terhadap calon yang dipilihnya. 

Keberpihakan dalam arti percaya secara konseptual sudah seharusnya diimbangi dengan gerak nyata di masyarakat. Khususnya melalui kebijakan dan sikap kenegaraan yang dapat menjadi modal kepercayaan publik.

Tidak melulu membangun opini negatif, ataupun memberi ruang bagi kampanye hitam. Proyeksi visi dan misi secara masif dengan pemahaman akan aturan pemilu, kiranya lebih baik dalam memberi edukasi politik bagi masyarakat. 

Khususnya bagi para pemilih pemula, yang mayoritas perlu edukasi politik yang baik dalam proses membangun demokratisasi.

Demikian kiranya cerita pemilih ini dapat disajikan, semoga bermanfaat, dan terima kasih.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun