Setiap orang tua tentu menginginkan sekolah yang terbaik untuk anak-anaknya. Apalagi kala gelaran tahun ajaran baru, yang identik dengan ritus PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) di setiap daerah.Â
Tak hanya untuk tingkat SD, pun demikian dengan tingkat SMP dan SMA/SMK. Terlebih dengan adanya aturan zonasi, yang kerap membuat orang tua "ketar ketir" ketika mendaftarkan anaknya.
Hal tersebut lumrah terjadi, karena dalam aturan zonasi, sekolah akan memprioritaskan calon anak didik dari lingkungan sekitarnya. Tak lain guna memberi kemudahan akses bagi terselenggaranya pendidikan yang lebih baik. Tepatnya, perhitungan jarak yang sesuai alamat yang tertera dalam Kartu Keluarga, dengan sekolah tujuannya.
Namun, terkadang aturan zonasi ini kerap membuat orang tua siswa kewalahan, lantaran jumlah kursi yang terbatas pada setiap sekolah. Dalam hal ini adalah sekolah negeri, yang kita sadari tidak selalu ada di setiap wilayah. Apalagi jika jenjang untuk SMP dan SMA/SMK, yang biasanya hanya terdapat di lokasi tertentu saja.
Seperti ketika penulis mampir ke Desa Medalsari, Kec. Pangkalan, Kab. Karawang. Anak-anak Desa Medalsari usia sekolah menengah atas, harus menempuh jarak sekitar 11,5 km untuk menuju sekolah terdekatnya, yakni SMA Negeri 1 Pangkalan. Selain itu, alternatif lainnya yakni dengan jarak sekitar 9,5 km untuk anak-anak yang sekolah di SMA ataupun SMK Negeri 1 Cariu.
Kita dapat pahami, bagaimana harapan orang tua untuk dapat menyekolahkan anaknya, justru terkendala dengan jarak. Apalagi kala aturan zonasi diberlakukan secara sistemik. Jauhnya jarak domisili, tentu saja secara otomatis membuat calon peserta didik gugur dengan sendirinya. Apalagi bagi yang berdomisili jauh dari lokasi sekolah.
Selain aturan zonasi yang hanya memiliki kuota sebanyak 50 persen dari jumlah daya tampung sekolah. Sedangkan 25 persen lainnya diambil dari jalur prestasi, dan sisanya tergantung dengan kebijakan sekolah masing-masing. Sedangkan, tidak semua orang tua siswa memahami perihal aturan tersebut secara detail. Ini adalah realitas PPDB yang memang ditemui di Kab. Karawang.
Mungkin di beberapa daerah lain, masalah jarak masih menjadi kendala utama dalam mendapatkan pendidikan. Belum lagi jumlah kursi yang terbatas, dimana opsi alternatifnya adalah dengan memilih sekolah swasta. Nah, dalam ritus masa PPDB ini, para orang tua kiranya tetap menghendaki sekolah yang terbaik untuk anak-anaknya. Pun demikian untuk tingkat SD ataupun SMP.
Kalau di kota besar, mungkin perbedaan fasilitas sekolah negeri ataupun swasta masih dapat dikatakan saling bersaing. Namun, di beberapa daerah, tidak semua sekolah telah memiliki fasilitas pendidikan yang dapat dikatakan baik. Misal, di Karawang sendiri per tahun 2022, diketahui masih banyak diketemukan sekolah SD dan SMP yang kurang layak guna.
Sesuai data BPS, disebutkan bahwa ada sekitar 162 ruang kelas SD di Karawang dalam kondisi tidak baik. Sedangkan untuk tingkat SMP, ada sekitar 78 bangunan yang masih dalam upaya perbaikan. Selain itu, untuk tingkat SMA/SMK disebutkan masih minim dalam fasilitas penunjang pembelajaran di sekolah.