Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Memperebutkan Depok Secara Politis

26 Juni 2023   05:45 Diperbarui: 26 Juni 2023   05:53 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa sangka, Kota Depok tengah menjadi primadona secara politis dari berbagai partai jelang gelaran Pemilu 2024 mendatang. Tak luput dari kisah pencalonan Kaesang Pangarep sebagai calon Walikota Depok, yang diusung oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Ini kiranya menjadi manuver politik, untuk menggoyahkan dominasi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai partai populer disana.

Selama beberapa tahun belakangan, Kota Depok memang dipimpin oleh para pemimpin yang diusung oleh PKS. Baik Walikotanya, ataupun Wakil Walikota, semua memiliki hubungan politis dengan PKS. Dimana Kota Depok, dengan penduduk berjumlah 29,5 juta jiwa, dapat menjadi lumbung suara penting bagi partai berlambang bulan sabit dan untaian tersebut.

Namun, hadirnya baleho Kaesang Pangarep di salah satu jalan utama Kota Depok sontak mengejutkan warga. Apalagi oleh sebuah partai yang terkenal identik dengan kelompok anak mudanya. 

Uniknya, majunya putra bungsu Presiden Jokowi ini telah mendapat restu dari keluarganya. Walau kita ketahui bahwa Presiden Jokowi berasal dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Lantas, mengapa Depok? 

Memang kota ini dikenal sebagai daerah penyokong Ibukota Jakarta. Khususnya dalam hal tenaga kerja. Tak heran jika banyak tenaga kerja Jakarta berasal dari Depok. Bahkan disebutkan memiliki karakter yang tidak bisa disamakan dengan daerah lain. Lantaran multikulturalisme berkembang dengan pesat di berbagai wilayah Depok.

"Depok tidak sama dengan Jawa. Jangan coba-coba jadi Walikota Depok, kalau belum memahami Kota Depok...", ungkap Mohammad Idris, selaku Walikota Depok. Kiranya memang benar adanya, jika dilihat dari sejarah Depok, yang memiliki kultur dan kebiasaan sosial berbeda dengan wilayah lainnya. Ada semacam politik identitas tradisionalis yang melekat kuat pada masyarakat Depok.

Kita tidak akan kaji bagaimana kultur tradisionalis itu dapat memberi pengaruh bagi political oriented. Melainkan melalui pendekatan sosial-budaya, yang lebih humanis dalam menilai beragam persepsi politik masyarakat Depok. Persepsi yang dapat memberi ruang terbuka pada keberpihakan konstituen ketika gelaran Pemilu dilaksanakan.

Semisal melalui apresiasi budaya lokal (Betawi), yang memang mendominasi Kota Depok dengan memahami karakter kesalehan lokal. Jadi bukan sekadar melalui jargon "anak muda pembawa perubahan" atau yang sejenisnya. Tidak hanya PSI kiranya, partai politik yang kerap beradu dominasi di Kota Depok.

Diketahui bahwa, PDIP dan Partai Gerindra memiliki potensi kekuatan besar dalam suara konstituen setelah PKS. Terbilang ada 12 kursi PKS di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Depok. Sedangkan PDIP dan Partai Gerindra, masing-masing memiliki 10 kursi. Lainnya ada Partai Golkar dengan 5 kursi, PAN 4 kursi, PKB dan Demokrat masing-masing 3 kursi, serta PPP dengan 2 kursi.

Sedangkan PSI hanya memiliki jatah 1 kursi di DPRD Kota Depok. Apabila ditelaah dari kekuatan politik, maka PSI bukanlah menjadi partai yang diperhitungkan, walaupun mengusung Kaesang Pangarep. Akan lebih realistis, jika partai-partai yang dominan di Kota Depok dapat memperhitungkan secara politis dalam memberi dukungan kepada PSI melalui koalisi capres.

Namun, apakah PSI akan tetap menjadi satu-satunya partai pengusung Kaesang Pangarep? Kita dapat lihat melalui koalisi besar yang dibangun demi tujuan rasional politis. Dalam hal ini adalah PDIP, yang secara skeptis melihat PSI bukanlah partai pendukung dengan rasio konstituen tinggi.

Bahkan petinggi PDIP menganggap PSI tidak jelas dalam menentukan arah politiknya, karena dianggap telah mendompleng nama besar PDIP melalui dukungan sepihak kepada Ganjar Pranowo sebagai capres. 

Jadi, dalam hal ini yang patut diperhitungkan adalah realisasi politik PDIP ataupun Partai Gerindra, yang secara jelas memiliki jumlah suara signifikan di Kota Depok.

Maka tidak heran, banyak yang meragukan keberhasilan Kaesang Pangarep saat maju sebagai calon Walikota Depok, melalui PSI. Kita dapat melihat dari jumlah konstituen PSI, yang minoritas di Kota Depok. 

Itu saja sudah dapat memberi jawaban bagaimana konstelasi politik yang dominan terjadi di Kota Depok. Walaupun tetap ada peluang positif, jika sudah terjadi koalisi dengan partai lainnya.

Semoga bermanfaat, dan terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun