Mengkategorikan rokok sebagai narkotika sudah barang tentu membuat gelisah para penikmat rokok konvensional ataupun tradisional. Apalagi dalam RUU tersebut tidak dirinci secara spesifik antara rokok konvensional atau tradisional.
Belum lagi jika rokok (kaung) tradisional ala kaum petani juga dikategorikan sama. Pasti ada tingkah laku sosial yang berubah, dan rentan akan konflik. Kita tidak akan sentuh area rokok impor yang juga masuk dalam pasaran tanah air.Â
Dimana hal tersebut tentu memiliki keuntungan lebih bagi ekonomi negara. Bahkan sejarah Indonesia telah mencatat pemakaian rokok dikatakan telah terjadi sejak abad ke 16. Ini sesuai fakta yang dicatat oleh Raffles dalam History of Java. Dimana dijelaskan bahwa orang pribumi tidak dapat lepas dari rokok ketika melakukan aktivitas kerja.
Catatan lainnya ada pada naskah Babad ing Sangkala, tertulis pada masa Mataram dengan tahun 1601 masehi. Bahwa kala itu disebutkan bahwa tembakau telah masuk ke Nusantara sebagai hasil perdagangan dunia.Â
Dari beberapa sumber yang telah diterangkan, maka dapat dijelaskan bahwa rokok tidak dapat dipisahkan dari laku kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Bahkan sejak dahulu kala, sebelum era rokok industri berkembang di Jawa.
Apalagi pada saat ini, arus pergeseran rokok tradisional menjadi rokok elektrik tentu akan mempengaruhi pola sosial yang telah ada. Walau tidak dapat lepas dari unsur ekonomi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Maka, tak heran jika beberapa waktu lalu berbagai ormas dan organisasi juga melayangkan protes terhadap RUU Kes ini. Khususnya bagi petani tembakau, yang akan terdampak secara luas. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H