Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Ketika Elite Berseteru Rakyat Bisa Apa?

23 Mei 2023   05:45 Diperbarui: 23 Mei 2023   05:40 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi seteru/konflik (sumber: dokpri/arsip)

Jikalau para elite tetap memilih untuk berseteru sebagai rival politik oposisi, maka dapat pula diidentifikasi sebagai bagian dari proses demokratisasi dalam bernegara. Inilah yang dimaksud dengan ubi jus ibi remedium; dimana ada hak, disana ada kemungkinan untuk menuntut, memperolehnya, dan memperbaikinya jika hak itu dilanggar.

Maka tak perlu diperdebatkan soal tuntutan dari oposisi yang bergerak atas dasar stabilitas demokratis. Karena biar bagaimanapun dan siapapun pemimpinnya maka istilah salus populi suprima lex akan tetap menjadi prioritas, dimana disebutkan bahwa kemakmuran dan kesejahteraan rakyat adalah hukum tertinggi pada sebuah negara.

Inilah yang dapat dijadikan landasan hukum secara politis bagi rakyat. Vox populi vox dei kiranya masih relevan dikemukakan pada landasan dan tujuan demokrasi suatu bangsa. Jadi bukan lagi kepentingan konflik antar kelompok pendukung dari para calon yang ada, melainkan dari visi ataupun misi dalam proyeksi kedepan bagi bangsa dan negaranya.

Ada semacam faktor budaya yang kental jika dapat memahami prinsip-prinsip ini, layaknya identifikasi bangsa Indonesia dalam pendekatan humanistiknya. Tentu akan ada sikap legowo dan saling bahu membahu, walaupun "jagoannya" kalah. Atau dapat dianalogikan, "usai Pemilu pasti akan tetap ngopi bersama lagi", walau melalui proses panjang.

Sebuah kebiasaan yang tidak bisa ditinggalkan dalam bermasyarakat, adalah rasa saling membutuhkan. Antara satu dengan yang lain, walau perbedaan pandangan politik tetap melekat dan bahkan terbawa hingga akhir hayat. Namun, apakah kebiasaan ini berlaku bagi para elite yang selalu berseteru atas dasar kepentingan politik kelompoknya?

Kiranya sebagai manusia Indonesia yang memiliki karakteristik unik, hal tersebut tidak selalu terbawa hingga berlarut-larut. Karena ada masanya politik dapat memanas, dan ada masanya pula politik dapat saling mempersatukan. Apalagi ketika ada bencana yang menimbulkan rasa empati dari setiap manusia. Walaupun kerap dihiasi dengan bertebarannya baleho bernada identitas politik.

Tidak ada musuh yang abadi dalam panggung politik. Terlebih jika memandang masa depan bangsa secara objektif dan proporsional. Belum lagi jika berkenaan dengan status politik partai pengusung, akan banyak bias persepsi dengan orientasi kepentingan politik.

Inilah kiranya yang dimaksud dengan salus populi suprima lex dalam konteks politik. Harus ada jiwa kebangsaan yang besar dari para kandidat yang maju sebagai calon dari rakyatnya. Jiwa kebhinekaan, yang terkonsep pada asas kesetaraan atas keadilan bagi setiap rakyat Indonesia. Proyeksi besar sebagai bangsa yang memiliki identitas keragaman suku, ras, agama, ataupun budaya.

Tanpa menaruh unsur SARA dalam setiap perilaku politik yang positif. Apalagi jika sampai memantik terjadinya konflik terbuka, ini kiranya dapat menjadi catatan bagi para konstituen ketika hendak memberikan suaranya. Pahami secara menyeluruh dengan persepsi kritis, sebagai bagian edukasi politik selaku warga negara yang aktif berpartisipasi dalam menjaga demokratisasi.

Karena biar bagaimanapun politik harus tunduk terhadap hukum yang berlaku, apalagi prinsip demokrasi telah diatur dalam sistem perundang-undangan Indonesia. Bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat, sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 1. Ini sesuai dengan pengertian dari politiae legius non leges politii adoptandae.

Maka, jangan diputarbalikkan, bahwa hukum harus mengikuti kepentingan politik yang ada. Inilah kiranya yang patut dipahami bagi para pendukung calon kandidat pemimpin bangsa ini. Unsur-unsur money politic ataupun pemaksaan dalam hak menentukan pilihan, harus dipahami sebagai bentuk ancaman bagi proses demokrasi yang positif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun