Seyogyanya area politik bukanlah panggung sandiwara layaknya di dunia sinetron. Melainkan area mandat suara rakyat yang harusnya dapat tersampaikan melalui aspirasi dari para wakilnya.
Demikianlah kiranya konsep demokrasi dalam Pemilu dapat ditafsirkan. "Suara rakyat adalah suara Tuhan", namun jika terjebak dalam locus popularitas, tentu saja akan membuat terjadinya pergeseran makna.Â
Walaupun ada pameo bahwa "area politik adalah panggung sandiwara", kiranya harapan jangan sampai terhenti ditengah jalan, usai perhelatan Pemilu berakhir.
Pada kesempatan ini, penulis turut sertakan hasil tanggapan dari 20 responden yang secara acak memberikan pandangannya.Â
Khususnya pendapat terhadap para artis yang memilih untuk maju sebagai calon wakil rakyat. Melalui persepsi generasi muda (usia 17-21) dari Banten, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jogjakarta, dan Jawa Timur.
Walau separuhnya menyatakan bahwa hal tersebut tidaklah menarik, ada kiranya sebesar 20 persen menyatakan ketertarikannya. Ini biasanya sesuai dengan artis yang populis dan sesuai dengan keinginan dari para responden.Â
Jadi, 25 persen lainnya menyatakan netral, dengan pemahaman bahwa belum ada sosialisasi mengenai siapa calon wakil dari kalangan artis tersebut.
Penilaian ini tentu bukanlah menjadi penentu atas apa yang tengah marak diperbincangkan. Survey ini hanyalah sekedar penilaian dari persepsi yang kiranya dapat menjadi metode perolehan data secara valid. Walau tidak mewakili secara penuh pandangan dari generasi muda Indonesia.
Kita tidak sedang uji coba melalui tingkat followers dari setiap akun media sosial para artis. Melainkan melalui pendekatan faktual, atas apa yang telah dilakukan oleh para artis tersebut belakangan ini. Apalagi jika terkait dengan sikap dan aksi sosial, hal ini sudah tentu dapat meraih simpati dari para pemilihnya kelak.
Namun apakah hal tersebut sesuai dengan harapan dari para konstituen? Tentu sangat dini bila kita memberi kesimpulannya sesuai persepsi pribadi.Â