Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Masih Saja Ada Guru Yang Dipenjara?

6 Mei 2023   05:30 Diperbarui: 6 Mei 2023   05:42 699
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kisah ini mungkin luput dari perhatian para pemangku kebijakan, khususnya dalam hak-hak yang berkaitan dengan guru. Hak guru bukan semata-mata terpusat pada gaji, melainkan perlindungan hukum yang memadai. Terlebih ketika melakukan kegiatan belajar mengajar di dalam kelas. Ada banyak aspek yang dapat dilihat secara menyeluruh, jika hendak bicara fakta pendidikan kini.

Walau kita tahu bahwa ada UU (Guru dan Dosen) yang melindungi secara profesi tugas seorang guru kala melakukan pembelajaran di dalam kelas. Namun faktanya, hingga kini masih saja banyak guru yang dikriminalisasi karena berbagai unsur miss persepsi atau kesalahpahaman antara wali murid dan peraturan sekolah.

Faktor lain yang berkenaan dengan pola dan perilaku siswa justru tidak diperhatikan, ketika sebuah kasus pelanggaran kode etik guru telah mencuat hingga meja pengadilan. Satu sisi, realita di era modern yang digitalistik saat ini kiranya sama-sama kita pahami, akan terjadinya pergeseran budaya di kalangan remaja.

Jikalau seorang guru dituntut secara profesionalitas dalam mendidik siswa, sudah sebaiknya ada kolaborasi yang terjalin dengan baik pula dengan orang tua. Jadi, segala perilaku anak tidak diserahkan sepenuhnya kepada pihak sekolah. Belum lagi pergaulan yang tidak dapat selalu diperhatikan ketika di luar sekolah. Maka, akan banyak tampil unsur edukasi yang bersifat pribadi dalam kasus ini.

Kepribadian seorang anak akan menjadi orientasi pendidikan ketika di sekolah. Sedangkan karakter yang menjadi dasarnya, kerap dipengaruhi oleh lingkungan keluarga. Seperti pada sebuah penelitian, dengan porsentase psikologis yang besar, 61 berbanding 39. Mood belajar peserta didik dapat dianalisis melalui lingkungan keluarga, dan memiliki pengaruh besar pada motivasi belajarnya.

Lantas bagaimana sebaiknya pendekatan profesional guru ketika menghadapi siswa yang tengah dalam kondisi "tidak baik" motivasi belajarnya? Jika melakukan pendekatan yang holistik, tentu menjadi tugas khusus dari guru bimbingan konseling. Namun, bimbingan itu dapat dijadikan rujukan penyelesaian persoalan yang dihadapi oleh siswa secara utuh.

Selebihnya kembali kepada peran orang tua, bagaimana pemahaman terhadap perilaku anak dapat diselaraskan dengan orientasi belajarnya. Jangan sampai masa depan anak dalam mengenyam pendidikan justru terhambat ketika menghadapi persoalan keluarga. Ada skala prioritas yang patut dipahami, pendidikan tentunya no.1, karena ini menyangkut masa depan.

Kembali ke persoalan hukum yang dihadapi guru. Kiranya kisah guru Sularno dari Musi Rawas, Sumatera Selatan, dapat menjadi bahan refleksi bersama. Khususnya bagi para legislator dalam membuat kebijakan. Juga dengan pihak yang berkaitan dengan hukum, agar dapat ditengahi melalui pendekatan restorative justice.

Jika upaya alternatif tersebut tidak mampu menyelesaikan persoalan, tentunya ada pendekatan lain yang dapat dilakukan. Seperti melalui putusan onslag van rechtsvervolging, yang merupakan kebijakan hukum berdasar pendekatan realitas. Walau terpidana terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran, namum oleh hakim dianggap tidak memenuhi unsur pidana.

Nah unsur pidana inilah yang dapat dipahami secara luas. Dalam hal ini pelibatan berbagai unsur pendamping hukum sekiranya dapat diupayakan, agar dapat diselesaikan dengan bijak. Seperti pelibatan organisasi guru atau lembaga yang bergerak pada perlindungan anak, sebelum memberikan suatu keputusan hukum yang final.

Tentu banyak harapan yang dapat tertuang bagi masa depan guru di Indonesia kedepan. Momentum hari pendidikan sebaiknya tidak hanya sekedar pengingat tugas guru demi harapan bangsa di kemudian hari. Perhatian terhadap kesejahteraan guru pun sepatutnya menjadi bagian yang dapat diperjuangkan, demi tercapainya mutu pendidikan yang lebih baik.

Kisah guru Sularno, yang terdata sebagai guru honorer, dengan penghasilan 500 ribu/bulan, sepertinya dapat memberi fakta bagi kita semua. Itupun tidak dibayarkan secara langsung setiap bulannya, karena menunggu Dana Bantuan Sekolah (BOS) turun. Ini adalah realita pendidikan saat ini, bahwa masih banyak guru di berbagai daerah yang kiranya dapat menjadi perhatian bersama.

Maka, dapatlah menjadi abstraksi bagi quo vadis pendidikan kita di masa yang akan datang. Kisah guru Sularno tentu bukanlah satu-satunya. Tentu dengan harapan besar bagi masa depan generasi bangsa yang tercerdaskan sesuai dengan amanat UUD 45. Bahwa pendidikan adalah hak bagi setiap warga Negara, yang kini tengah berhadapan dengan hak dan kewajiban bagi para pelakunya.

Kita tentunya juga pahami segala aspek kebutuhan anak di era gempuran budaya modern saat ini. Menyelaraskan orientasi belajar di era digital tentu menjadi tantangan tersendiri bagi guru yang terkadang masih berpikir konvensional. Kebutuhan siswa tentu menjadi hal no.1 bagi setiap pendidik guna ketercapaian materi ajar yang disajikan.

Ragam metode yang dikembangkan melalui pendekatan kurikulum merdeka kiranya patut dipahami pula secara luas. Dengan melihat berbagai sisi perkembangan diri setiap siswa, yang berbeda-beda. Setiap siswa tentu punya karakternya masing-masing, namun, penyesuaian terhadap kebebasan ini sebaiknya juga dapat diproyeksikan menjadi tujuan yang memiliki berbagai unsur edukasi.

Bukan bermaksud menjustifikasi kasus ini sebagai bagian dari persoalan pendidikan. Berangkat dari kisah guru Sularno, kita dapat pahami bahwa masih banyak aspek-aspek kependidikanan yang menjadi tugas bersama. Baik antara pemangku kebijakan, bersama unsur pendidikan dalam ruang-ruang diskusi terbuka, demi masa depan generasi bangsa kita.

Semoga bermanfaat, sekian dan terima kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun