Laskar-laskar perjuangan bersama TKR telah siap dengan konsolidasi siasat perang kota. Bumi hangus pun telah menjadi metode yang dilakukan secara diam-diam, dengan cara menyabotase sarana komunikasi dan pemblokiran jalan utama. Karena sebelumnya, pihak Sekutu yang mencoba berdiplomasi dengan TKR-Laut, menemui jalan buntu untuk negosiasi lokasi pendaratan.
Bahkan Drg. Moestopo, salah seorang pimpinan TKR di Surabaya dengan tegas menolak arahan dari Pemerintah Pusat yang menginstruksikan untuk membuka area bagi pendaratan Sekutu beserta pasukannya. Sikap penolakan Moestopo sekiranya berangkat dari konflik bersenjata yang terjadi pasca pendaratan Sekutu di Semarang dan Medan.
Informasi bahwa Sekutu bersama NICA-Belanda akan mempersenjatai para interniran, sudah sampai ke telinga para pejuang. Jadi, alasan menolak perintah dari Pusat bukan semata-mata ingin menentang, melainkan demi mempertahankan kedaulatan negara. Baik Moestopo atau Bung Tomo sependapat dengan upaya perlawanan di Surabaya.
Dari setiap masjid dan musholla, para Kyai dan pengasuh pondok pun memobilisasi massa untuk menggalang kekuatan. Mereka bergerak dalam diam, agar tidak terdeteksi oleh mata-mata Sekutu. Sedianya, perjuangan semesta pun siap untuk digelar di kancah pertempuran Surabaya kelak.
Pamflet Resolusi Jihad dibuat dalam berbagai metode propaganda, baik berupa cetak kertas ataupun mural. Berikut dengan ragam coretan-coretan anti kedatangan Sekutu di berbagai area publik. Beberapa elemen perjuangan telah mulai memberi arahan bagi para penduduk yang sedianya hendak mengungsi ke luar kota. Hal tersebut dilakukan guna mengurangi jumlah korban kelak.
Kehadiran para santri dari luar kota Surabaya pun telah dimobilisasi di sekitar Mojokerto dan Sidoarjo. Sebagai kekuatan cadangan berskala besar yang dihimpun oleh cabang-cabang NU, usai Resolusi Jihad difatwakan. Setiap cabang mempersiapkan para santrinya untuk pergi menuju Surabaya demi jihad fii sabilillah.
Hampir seluruh area Surabaya kala itu telah beralih fungsi dari pusat kota menjadi pusat perjuangan semesta. Mereka tengah bersiap menghadapi segala kemungkinan. Malam tanggal 25 Oktober 1945 terlihat semakin mencekam, terlebih atas kehadiran pasukan-pasukan liar beratribut hitam-hitam berkeliaran di beberapa lokasi strategis.
Kelak, asal muasal konflik pun terjadi, pasca tentara Sekutu membuat pos-pos militer di beberapa lokasi strategis. Seperti di Gubeng, Darmo, Dinoyo, Wonokromo, dan gudang senjata Don Bosco. Sedianya kisah ini dapat manambah pengetahuan kita mengenai kronik pertempuran 10 November 1945. Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H