Bersama pasukan kecilnya ia turut merangsek masuk hingga ke dalam Pension. Begitupula dengan ratusan pejuang lainnya.Â
Mereka pada umumnya hanya bersenjatakan golok dan parang saat peristiwa penyerbuan berlangsung. Walau dibarisan depan ada diantara pejuang yang bersenjatakan karabin dan pistol, dibawah komando Mayor Selamat Ginting.
Pasukan NICA kala itu ada sekitar 140 tentara, mereka nekat melawan ratusan rakyat yang terus berdatangan. Termasuk Westerling, yang akhirnya dapat lolos dari sergapan, karena memilih melarikan diri menggunakan jep.
Sisanya, mempertahankan diri hingga membuat 7 tentara NICA tewas seketika di lokasi. Sisanya dengan penuh luka dibawa ke rumah sakit terdekat untuk diobati.
Walau ada beberapa diantara tentara NICA yang ditangkap oleh para pemuda pejuang, dan lantas tak kembali lagi. Sedangkan, diantara para pejuang dan rakyat pun ada sekitar 7 korban yang gugur dalam pertempuran yang terjadi hingga siang tersebut. Dengan hasil, gedung-gedung penting di sekitar Jl. Bali dapat dikuasai oleh para pejuang Republik.
Malam harinya, suasana sekitar area pertempuran pun tak kalah horor dari pagi hari. Banyak diantara badan perjuangan yang hilir mudik untuk memantau situasi, dan berjaga.Â
Mereka pun selalu mengintai posisi pasukan Sekutu yang berada di Hotel de Boer dan Astoria. Bahkan beberapa laskar bersenjata stelling di sekitar muka pintu utama.
Pertempuran Medan Area pun tidak berhenti usai peristiwa ini. Aksi yang terjadi di Jl. Bali adalah pemicu awal dari rangkaian panjang pertempuran di berbagai lokasi lainnya, seperti di Pematang Siantar. Hingga T.E.D. Kelly mengeluarkan ultimatumnya pada tanggal 18 Oktober 1945, agar para pejuang menyerahkan seluruh senjatanya kepada pasukan Ingrris.
Sejak ultimatum itulah, pasukan Inggris kemudian bertindak secara keras kepada para pemuda dan rakyat yang kedapatan membawa senjata yang dianggap membahayakan. Karena hal ini, rakyat Medan berikut para pejuang semakin keras pula melawan sikap sewenang-wenang tentara Sekutu.
Melihat situasi yang semakin panas dan terjadi bentrokan bersenjata dimana-mana, Tengku Moh. Hasan pun mengultimatum balik, bahwa keselamatan tentara Inggris di Medan tidak dapat dijamin kembali. Selaku pejabat Pemerintah Republik, ia serahkan kota Medan sepenuhnya kepada para pejuang, khususnya kepada Ahmad Tahir dan Selamat Ginting.
Hingga pada tanggal 1 Desember 1945, tentara Sekutu memasang Fixed Boundaries Medan Area, yang artinya batas kekuasaan Sekutu di Medan. Dimana hal ini adalah dianggap sebagai klaim sepihak wilayah Republik oleh Sekutu. Dimana hal itu dianggap sebagai tantangan terbuka dalam pertempuran kota yang akan panjang.