Sebulan sebelumnya, Musso yang bergerak ke arah Ponorogo, juga telah berakhir mati dalam sebuah penyergapan.Â
Tampaknya apa yang telah dilakukannya tidak memberi tendensi baik dihadapan rakyat. Upaya mendirikan Negara Soviet Madiun dengan jalan kekerasan, sangat memberikan dampak negatif baginya.
Maka wajar, jika pelariannya ke Ponorogo, justru dikuntit terus oleh masyarakat. Dimana peran dari rakyat dengan memberikan informasi mengenai Musso, dapat dengan cepat direspon oleh TNI. Mayatnya kemudian diarak menuju Ponorogo, dan dibakar ditengah alun-alun kota usai dipamerkan.
Kengerian demi kengerian yang dibayangkan oleh rakyat, seketika sirna usai keputusan eksekusi terhadap Amir Syarifuddin yang telah tertangkap. Ia dengan segera dijatuhi vonis hukuman tembak oleh Pemerintah. Tidak ada ruang lagi untuk berdiplomasi, karena Belanda nyata-nyatanya telah siap melancarkan Agresi Militernya yang kedua.
Begitulah kiranya akhir dari para petualang Madiun Affair di tahun 1948. Ada kiranya sekali waktu untuk kita dapat menceritakan kisah kelam bangsa ini terhadap generasi kini.Â
Tragedi pemberontakan yang telah merenggut ratusan atau bahkan ribuan nyawa dari para pejuang dan ulama, agar selalu dapat dikenang sepanjang masa.
Khususnya bagi para syuhada dan para pejuang yang gugur dalam upaya mempertahankan NKRI dari bahaya komunisme.
Tidak lain dan bukan lebih kepada upaya menjaga ideologi bangsa agar tetap berjaya, dan tidak tergantikan oleh ideologi yang dapat merugikan kedaulatan negeri ini.Â
Walau berangkat dari beragam aksi keji yang dilakukan oleh kaum komunis di masa lalu. Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H