Madiun telah masuk masa pemulihan, pejabat-pejabat PKI yang sebelumnya menjabat, kemudian ditangkap.Â
Hingga awal bulan Oktober 1948, suasana Madiun berangsur kondusif. Tetapi belum sepenuhnya pulih, karena ada beberapa aksi sabotase yang dilakukan oleh simpatisan PKI yang tersisa. Aksi amuk massal sudah mulai terjadi pada sesi "pembersihan" kaum komunis.
Rakyat bersama TNI mulai bergerak untuk memberangus gerakan komunis. Hingga menimbulkan aksi-aksi kekerasan yang sejatinya berangkat dari dendam.Â
Mereka tampak mengejar sisa-sisa simpatisan PKI secara brutal, seperti ungkap Soe Hok Gie. Beberapa diantaranya membawa "pesan" dari peristiwa Surakarta, untuk memburu orang-orang penting di kelompok FDR.
Lantas, bagaimana dengan pasukan Amir Syarifuddin?
Mereka justru terjebak di kawasan hutan di daerah Grobogan, Jawa Tengah. Selama lebih kurang dua bulan lamanya, gerilya dalam pengejaran.Â
Parahnya, pasukan FDR beserta Amir Syarifuddin, justru menyerah dibawah divisi Panembahan Senopati yang kali ini turut memberikan pukulan terhadap pasukan komunis.
Usai huru-hara di Surakarta, mereka dapat dikembalikan lagi kepada cita-cita perjuangan Republik. Kala itu memang, mereka termakan hasutan dari orang-orang komunis untuk memberontak.Â
Tetapi tidak untuk kali ini. Amir Syarifuddin bersama sisa pasukannya diketahui menyerah pada tanggal 26 November 1948.
Kira-kira dua hari sebelumnya, gerakan pasukan FDR/PKI di sekitar Purwodadi sudah diketahui oleh pasukan dari Kemal Idris.Â
Seperti ungkap Poeze, pada aksi itu pimpinan seperti Djoko Soedjono, Maroeto Darusman, dan Sardjono ditangkap hari itu juga. Tidak ada baku tembak, karena kondisi musuh telah dalam lelah, ungkap Suratman dari pasukan Kala Hitam.