Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Baku Tembak di Malang Timur 1947

31 Agustus 2022   05:30 Diperbarui: 31 Agustus 2022   06:32 2343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah aksi bakar-bakaran para pejuang Republik di kota Malang pada 30-31 Juli 1947, berbagai raid kemudian digelar oleh pasukan Belanda di beberapa front sekitar Malang. Tak lain untuk meredam perlawanan dari para pejuang yang gak kenal henti menyerang pos-pos dan patroli Belanda. Termasuk di front Tumpang, Malang timur.

Informasi dari pasukan "bawah tanah" Republik mengenai pasukan Belanda yang hendak menyerang Tumpang, langsung disambut dengan berbagai aksi sabotase dan tanam ranjau. Di area sepanjang jalan yang mengarah ke Kampung Bugis, tidak luput dari pantauan para pejuang yang sudah stelling di berbagai sudut desa dan tepian hutan.

Begitupula dengan aksi dari kesatuan Geni Tempur Pelajar, yang bermain peran dalam pemasangan sejumlah trek bom di beberapa jalan utama. Keterlibatan mereka tentu saja sebagai reaksi dari peristiwa pasukan TRIP dihabisi Belanda di Malang.

Hingga pada 31 Agustus 1947, sikap tempur para pejuang terjawab dengan ledakan dari beberapa amtrack Belanda yang terkena ranjau. Begitupula dengan beberapa truk pengangkut pasukan, yang hancur lebur akibat bom tanam. Lantaran tidak mau menyia-nyiakan peluang, serangan gencar langsung menyambut kedatangan pasukan Belanda di sekitar Kampung Bugis.

Pasukan AURI menembaki posisi Belanda dengan gencar, bersama dengan tekidanto (mortir tangan Jepang), hingga meriam penangkis serangan udara. Yap, Belanda menganeksasi Malang timur melalui jalur darat dan udara. Bombardemen area desa sekitar Tumpang, disambut dengan tembakan gencar meriam udara dari para pejuang.

Front baku tembak juga terjadi di Wates, yang mengalami pertarungan sengit antara pasukan darat Belanda dengan Republik. Mereka baku tembak hingga hari gelap, tanpa saling mengendurkan serangan.

Ada kisah mengenai seorang pejuang bernama Hanandjuddin, yang kala itu terkepung oleh pasukan Belanda di perbatasan Tumpang. Mengetahui rekan seperjuangannya terkena tembakan, ia lantas melakukan aksi "gila"nya dengan menembus garis depan musuh. Demi menyelamatkan rekan lain yang terluka. Belanda yang terkejut dengan aksinya, lantas mundur untuk mengendurkan serangan.

Padahal kontak tembak dengan pasukan Belanda hanya berjarak 50 meter, tetapi entah bagaimana, Hanandjuddin berhasil kembali ke barisan dengan membawa rekannya yang terluka.

Di tengah kegelapan malam, pasukan dari Brigade 13 melakukan serangan serentak terhadap barisan Belanda.Hingga pukul 9 malam, suasana saling tembak di berbagai area menghiasi Tumpang. Alhasil, pasukan Belanda yang mengetahui kegigihan para pejuang, memutuskan untuk undur diri ke kota Malang.

Aksi raid di Malang timur ini adalah bagian dari aksi Aksi Pendudukan Kota Malang oleh Belanda. Walau mengalami kegagalan, pasukan Belanda berhasil menguasai kota Malang sebagai target utama dari Agresi Miiter Belanda I. Dengan tujuan pengambilalihan sektor ekonomi potensial untuk kepentingan Belanda.

Khususnya ketika Belanda melancarkan serangan kepada pangkalan udara Bugis di Malang. Tercatat ada 4 pejuang muda yang gugur tatkala membela tanah airnya. Yakni, Kopral Udara Sofyan, Kopral Udara Djalal, Prajurit Latief, dan Prajurit Tadjid.

Dalam peristiwa ini, pasukan pejuang dari berbagai daerah turut melebur menjadi satu kekuatan pemukul yang taktis. Baik dari Angkatan Darat, AURI, hingga ALRI, bersama dengan laskar-laskar rakyat bersenjata. Mereka datang dari kawasan sekitar Malang, usai aksi bumi hangus kota beberapa waktu lalu.

Tentu pula banyak diantara pejuang yang turut menjadi korban dalam peristiwa ini. Sedianya hanyalah satu, yakni kita dapat terus mengenang apa yang telah mereka perjuangkan dahulu kala. Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun