Pada tahun 1887, Haji Wasyid berhasil menghimpun kekuatan yang besar tatkala Haji Iskak bersedia colabs bareng untuk melakukan perlawanan. Bersama K.H. Tubagus Ismail, Haji Wasyid, Haji Iskak, K.H. Muhammad Ahya, H. Marzuki dan tokoh agama lain, secara sistemtis telah merancang skenario perlawanan.
Tentu, target utamanya adalah orang-orang Belanda, dan pejabat setempat yang kerap berbuat sewenang-wenang terhadap rakyat. Terlebih kepada para centeng yang kerap berlaku kasar kepada rakyat, ketika menarik pajak.
Hingga pada bulan Juli 1888, perlawanan baru berhasil dilancarkan, dengan persiapan yang memang telah diupayakan secara matang. Dengan bersenjata tombak dan golok, para pejuang Banten menuju lokasi-lokasi para pejabat pemerintahan di Cilegon. Diantara para korbannya ada Henri F. Dumas, Raden Purwadiningrat, Johan Hendrik Gubbels, Ulri Bachet, dan Mas Kramadireja.
Mas Kramadireja sendiri adalah seorang sipir penjara yang terbunuh ketika huru-hara juga terjadi di penjara Cilegon. Tetapi, salah seorang target dapat melarikan diri dan langsung meminta bantuan pasukan dari Serang.
Maka, tak lama, 40 pasukan Belanda bersenjata lengkap datang menuju Cilegon dan langsung menumpas perlawanan para ulama tersebut. Banyak diantara para pejuang yang tertangkap dan diasingkan ke daerah lain. Tetapi tidak untuk Haji Wasyid, yang dianggap sebagai pemimpin perlawanan. Beliau dijatuhi hukuman gantung, untuk mematahkan moril para pejuang lain yang mundur.
Praktis sudah, usai diredamnya perlawanan para petani Banten, maka perlawanan rakyat sedikit demi sedikit mengendur. Berkenaan dengan hadirnya para intelektual, yang mulai memperkenalkan organisasi kedaerahan dengan sedikit pendekatan diplomatis dengan pemerintahan kolonial.
Belajar dari peristiwa ini, maka Belanda mulai mengendurkan kebijakan pajak terhadap para petani Banten. Khususnya selama masa perbaikan ekonomi rakyat pasca bencana. Baik dalam sektor ekonomi ataupun kebijakan politik. Walau tetap saja tidak konsisten dalam pelaksanaannya.
Sekiranya ini yang dapat dikisahkan melalui tulisan singkat. Bahwa dampak sosial dan politik pasca peristiwa amuk Krakatoa, adalah fakta sejarah yang memiliki korelasi dengan peristiwa lainnya. Tentu saja agar kita dapat kembali mengenang perjuangan para ulama Banten dalam memperjuangkan rakyatnya dari kekejaman kolonialis Belanda. Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H