Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Empat Hari Empat Malam di Surakarta 49

7 Agustus 2022   19:00 Diperbarui: 7 Agustus 2022   19:10 1519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri. Monumen Banjarsari 45

Sejarah peristiwa serangan umum, mungkin yang kita kenal selama ini hanyalah peristiwa pertempuran besar di Jogjakarta. Yakni, peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949. Tetapi tidak dengan Serangan Umum Surakarta, yang kala itu terjadi pada tanggal 7 Agustus 1949. Beberapa hari menjelang kesepakatan gencatan senjata antara Indonesia dengan Belanda.

Peristiwa ini terjadi selama 4 hari lho, tidak sesingkat ketika para pejuang menduduki Jogjakarta. Dengan data korban yang besar dari pihak masyarakat sipil. Lantas, bagaimana dengan para pejuang? Yuk, kita kupas kisahnya...

Kisah pertempuran ini sendiri dimulai sejak ada serangan dari Belanda terhadap markas Kolonel Gatot Soebroto. Tetapi, syukur, beliau dapat selamat dari peristiwa tersebut. Auto murka dong para pejuang Republik, melihat atasannya yang tengah sakit, justru diancam untuk ditaklukkan.

Terlebih dari resimen Tentara Pelajar, yang sudah menganggap Gatot Soebroto sebagai ayah angkat mereka. Dibawah komando Mayor Achmadi, dari Brigade XVII Tentara Pelajar, mereka mulai menghimpun kekuatan. Segera, anak-anak kombatan ini kemudian mengatur siasat unik nan menarik untuk disimak.

Siasat demi siasat digelar di setiap desa. Para pemuda dan pelajat bergegas untuk mempersenjatai diri. Arisaka, Tekidanto, Gombok, Trek Bom, hingga bambu runcing, semua dipersiapkan. Mereka siap menghantam Belanda bersama dengan pasukan TNI dan pejuang lainnya.

Hari pertama, tepat pukul 06.00, pertempuran meletus di setiap lokasi yang diduduki Belanda. Baku tembak tak terelakkan, walau kalah kelas dalam persenjataan.

Tapi, siasat gerilya kota pasukan pejuang dapat dikatakan lebih unggul dari pasukan lawan. Karena mereka lebih menguasai medan, dengan siasat hit and run.

Letkol Slamet Riyadi yang memimpin pertempuran bersama pasukan Panembahan Senopati didukung dengan barisan Mobil Bridge (Brimob), langsung menguasai kota di hari pertamanya.

Ditambah dengan pasukan Tentara Pelajar, yang punya skill dan ability diatas rata-rata pasukan dari laskar rakyat. Makin membuat Belanda terjepit di sekitar benteng Kraton Mangkunegaran.

Bagaimana tidak, Kompi Prakoso menghantam dari utara, Suhendro dari selatan, Soemarto dari timur, dan Abdul Latief dari barat bersama pasukan CSA Muktio yang bergabung.

Tentara Pelajar dari desa-desa tiba-tiba muncul bak ninja memberi pukulan.

Walau pasukan pejuang dihujani tembakan dari P-51 Mustang, tapi hal itu tidak sekalipun mengendurkan serangan. Bahkan makin berani, ketika tahu sebuah pasar turut dihantam kanon-kanon Belanda. Rakyat telah jadi korban.

Pasukan Belanda yang telah terkepung, hanya mampu bertahan dari dalam tangsi-tangsi militernya. Tanpa sanggup memberikan perlawanan.

Hingga perintah penghentian tembak-menembak keluar dari Sang Bapak, Gatot Soebroto. "wis, wis cukup, kita sudah memasuki waktu gencatan senjata", mungkin seperti itulah kira-kira.

Yap, berdasarkan instruksi dari Panglima Besar Jenderal Soedirman, bahwa tanggal 11 adalah waktu penghentian tembak menembak.

Tak terdata berapa jumlah korban dari rakyat dan pejuang, karena peristiwa ini. Tetapi, dari peristiwa ini, eksistensi TNI dan pejuang semakin berkibar namanya dikancah internaaional.

Bahwa Republik masih berdiri, dan sanggup menghadapi Belanda. Baik secara diplomasi ataupun bertempur. Semua memiliki peran sertanya masing-masing. Tentu dengan tujuan yang sama, yakni menjaga kedaulatan bangsa yang telah merdeka.

Semoga artikel ini bisa memberi manfaat buat semua. Seperti ungkap Chairil Anwar, "bahwa kami telah beri kami punya jiwa, maka kenang-kenanglah kami". Terimakasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun