Pada kesempatan ini setidaknya dapat penulis sampaikan, mengenai peran serta para pejuang muda di kancah revolusi Indonesia. Eksistensi mereka tentu tidak dapat dipandang sebelah mata. Selain tugasnya sebagai pelajar, tatkala negara membutuhkan, mereka tidak segan untuk turut serta angkat senjata.
Ya, mereka ada dalam satu kesatuan tempur Tentara Pelajar. Dimana pada peristiwa aksi bumi hangus kota Malang, mereka adalah suatu kelompok pejuang yang konsisten mempertahankan kota dari Agresi Militer Belanda I pada tahun 1947.
Kala itu, tidak ada jalan lain, yakni dengan aksi pembakaran kota Malang. Tujuannya serupa seperti pada peristiwa Bandung Lautan Api, agar segala fasilitas penting, tidak dapat dipergunakan oleh pasukan agresor Belanda. Tepatnya pada tanggal 31 Juli 1947, dimana sejak sehari sebelumnya kota Malang telah menjadi lautan api.
Tak terkecuali gedung Balaikota dan beberapa bangunan sekolah yang ada diseberangnya. Gedung-gedung dan bangunan yang dapat menguntungkan pihak lawan dihancurkan dengan cara dibakar. Kurang lebih ada seribuan bangunan yang kala itu dihancurkan oleh rakyat dan pejuang.
Diantara puing dan reruntuhan bangunan, diberbagai sudut kota masih gencar terdengar suara tembakan. Baik dari barisan pejuang, ataupun pihak Belanda, mereka saling baku hantam dengan sangat dahsyat. Tak terkecuali dari kalangan Tentara Pelajar, yang usianya masih dapat dikatakan belia.
Tak ada rasa gentar sedikitpun. Walau terkadang sikap slebor mereka kerap membuatnya tersudut dalam berbagai pertempuran.
Tatkala daerah Tumpang tengah terjadi baku hantam hebat antar para pasukan reguler TNI dari Brigade 13 Divisi Untung Suropati menghadapi Belanda. Para pasukan Tentara Pelajar, khususnya dari detasemen Geni, malah terlihat asik memasang ranjau di sekitar jalan utama. Trek bomb yang jadi andalan mereka memang sanggup menahan laju kendaraan tempur Belanda.
Tetapi kisah pertempuran di kota Malang menjadi bagian yang patriotik dapat penulis sampaikan. Karena pada peristiwa itu, banyak diantara pasukan pelajar yang gugur demi membela tanah airnya.
Hal ini dimulai ketika konvoi pasukan Belanda sudah masuk ke area kota. Tembakan gencar dari sekitar reruntuhan Balaikota menjadi semakin gencar. Kendaraan lapis baja, dari tank berat Sherman hingga breencarrier, hilir mudik berpatroli di setiap sudut kota.
Khususnya pada sebuah peristiwa di Jalan Salak (kini Jalan Pahlawan TRIP). Ketika sepasukan Tentara Pelajar yang tengah bersiap dengan senjatanya, secara tidak sengaja meletuskan tembakan. Sontak karena hal itu, membuat pasukan Belanda yang berada di sekitar area tersebut langsung mengepung lokasi dari para Tentara Pelajar.