Dihajar habis-habisan adalah jawabannya. Begitupula dengan pasukan TRIP, yang belakangan memahami bahwa si gombyok ternyata tidak sanggup menembus tebalnya baja tank-tank kelas medium dan berat Belanda. Bahkan, sebuah tank ringan type Stuart berhasil menghamburkan para pasukan TRIP di sekitar alun-alun kota Malang.
Para pejuang kemudian memilih untuk undur diri, tetapi bukan lantaran takut atau lari dari medan laga. Melainkan mengatur siasat untuk dapat bergerilya walau harus kehilangan kota. Terlebih ketika serangkaian serangan udara makim membuat kondisi kota semakin tidak karuan. Semua hancur diamuk api disertai ledakan-ledakan dahsyat.
Hari itu juga kota Malang jatuh ke tangan Belanda. Tetapi bukan sekedar jatuh, melainkan dengan bertaruh nyawa dari para pejuang yang rela memberi nyawa dan hartanya bagi perjuangan. Walau secara fakta, pertempuran besar tetap terjadi hingga tanggal 31 Juli 1947. Aksi pembakaran kota Malang ini hampir bersamaan dengan aksi perusakan dan sabotase di Jogjakarta oleh para pejuang.
Semoga kita tetap dapat saling asah, saling asih, dan saling asuh, dalam memaknai sejarah perjuangan bangsa. Khususnya bagi generasi muda saat ini, yang faktanya lebih asik dalam dunia modernya masing-masing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H