Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Adam Malik Sang Tan Malakais di Pusaran Revolusi dan Politik

22 Juli 2022   06:00 Diperbarui: 22 Juli 2022   07:59 1995
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Adam Malik (wikipedia)

Namanya seakan menjadi simbol peralihan zaman revolusi yang selalu eksis di panggung perpolitikan Indonesia. Selain di perannya di kancah revolusi, kekuatan Adam Malik dalam berperan aktif demi kedaulatan bangsa Indonesia tentu tidak bisa dianggap remeh. Terlebih, sejarah Indonesia mencatat dirinya sebagai salah seorang kader Tan Malaka yang sosialis.

Adam Malik, adalah seorang politikus pejuang yang lahir pada 22 Juli 1917 di Pematangsiantar, Sumatera Utara. Pernah menempuh sekolah di Hollandsch Inlandsche School, dan Madrasah Thawalib Parabek di Bukittinggi (tidak tuntas). Beliau kemudian memutuskan untuk merantau ke Jakarta pada tahun 1937.

Bersama Armijn Pane (sastrawan terkenal itu lho), dkk, beliau mempelopori berdirinya Kantor Berita Antara (kini BUMN). Fyi, beliau belajar secara otodidak selama menjadi wartawan dan penulis. Jadi, tidak ada yang tidak mungkin, bila niat dan tekad sudah bulat, untuk perjuangan bangsa.

Adam Malik selama di Sumatera, pernah menjabat sebagai ketua dari Partai Indonesia (Partindo) area Pematangsiantar hingga Medan. Selain itu, beliau juga pernah aktif di Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) di Jakarta. Nah, selama masa pendudukan Jepang, aktivitas beliau sama seperti Sukarni, dan Chaerul Saleh. Melancarkan gerakan "bawah tanah" demi kemerdekaan.

Selama bergerak di "bawah tanah", Adam Malik secara langsung bertemu dengan Tan Malaka. Khususnya ketika beliau turut serta mendirikan Partai Rakyat pada tahun 1946 bersama Tan Malaka. Menurut Harry A. Poeze, partai ini sebenarnya didirikan untuk menjadi menandingi Partai Komunis Indonesia (PKI) kala itu.

Konflik Tan Malaka dengan para pimpinan PKI kala itu membuat Adam Malik berada dibarisannya. Secara ideologis, beliau kerap menyatakan ketidaksukaannya terhadap sikap politik PKI. Terlebih ketika PKI melancarkan pemberontakan di Madiun pada 1948. Sedangkan, pada saat itu, Tan Malaka sendiri dianggap sebagai salah seorang penganut paham sosialis/komunis.

Walau dalam beberapa literasi, Tan Malaka kerap mengidentifikasikan pemikirannya sebagai sosialis/nasionalis. Faktanya, ketika Musso melancarkan pemberontakan, justru pasukan Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang berhaluan komunis, dihantam oleh pasukan Gerakan Revolusi Rakyat (GRR) pengikut Tan Malaka.

Dimana pada akhirnya pasukan Siliwangi bersama GRR justru berhasil mengalahkan Musso beserta FDR di Madiun. Nah, disini dapat kita tela'ah, bahwa konflik politik antar golongan/kelompok telah mulai berkembang, sejak tahun 1947/1948. Terlebih usai peristiwa 3 Juli 1946.

Pendekatan diplomasi dan semangat bertempur antara Pemerintah dengan para pejuang kerap menimbulkan beda persepsi arah perjuangan. Apalagi pasca kegagalan perjanjian Linggarjati, seperti pada peristiwa Agresi Militer Belanda I. Hal inilah, yang kelak membuat Adam Malik mulai menjajaki area politik sebagai arah perjuangannya.

Jadi tidak selalu berada di "lapangan", melainkan juga melalui jalan-jalan birokrasi. Walau sejak masa Proklamasi, beliau turut aktif sebagai Wakil Ketua II Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Tetapi, kedekatannya dengan barisan perjuanganlah, yang akhirnya membawa dirinya menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada tahun 1956.

Adam Malik, dengan segala keunikannya. Pandangannya terhadap perjuangan sosialisme Indonesia, kerap diutarakan dalam berbagai moment, terlebih ketika beliau menjabat sebagai Menteri Perdagangan pada 1963. Pemikiran Tan Malaka sampai saat ini, memang masih melekat terhadap kebijakan politiknya.

Namun, peristiwa 30 September 1965, kemudian merubah pemikiran politiknya secara menyeluruh. Beliau tidak lagi bergabung dengan Partai Murba, yang telah membesarkan namanya. Pola pikir politiknya pun mulai jauh dari konsepsi sosialisme.

Seperti kita ketahui, sejak peristiwa itu (30 September 1965), para penganut paham sosialisme/komunisme menjadi musuh bersama yang harus "dibinasakan". Tak terkecuali Adam Malik, yang lekat dengan identitas Tan Malaka. Walau Tan Malaka sendiri seperti telah kita bahas, adalah seseorang yang menentang pemberontakan PKI.

Atas sikapnya, Presiden Soeharto yang kala itu telah menggantikan Presiden Soekarno, mengangkat dirinya sebagai Wakil Presiden untuk jabatan tahun 1978 hingga 1983. Tujuannya tak lain untuk kemakmuran Indonesia, seperti keahliannya dalam memandang kemakmuran dari sudut pandang sosialisme, seperti yang pernah dianutnya.

Beliau ini adalah salah seorang pelopor berdirinya ASEAN lho pada tahun 1967. Maka wajar, diplomasinya sangat dibutuhkan juga pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. Terlebih ketika beliau pernah menjabat sebagai Ketua Majelis Umum PBB pada 1971. So, pasti, setelah beliau wafat pada tahun 1984, kemudian gelar Pahlawan Nasional diberikan kepadanya pada tahun 1998.

Begitulah sekiranya, apa yang dapat penulis sampaikan terkait dengan Adam Malik. Jika ada hal yang kurang tepat, dengan sadar diri, penulis menghaturkan permintaan maaf yang sebesar-besarnya. Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun