Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Agresi Militer Belanda 1 bagi TNI Merdeka Harga Mati

21 Juli 2022   06:00 Diperbarui: 21 Juli 2022   19:10 2626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konsep negara persemakmuran Hindia yang dikemukakan oleh Ratu Belanda, Wilhelmina, tak ayal membuat Van Mook selaku delegasi pemerintah Belanda berpikir keras untuk merealisasikan keinginan Ratu. Terlebih ketika sumber-sumber daya alam di Indonesia masih diminati oleh Belanda, dengan berbagai upayanya untuk menguasai kembali pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Berawal dari Perundingan Linggarjati, antara Indonesia dengan Belanda, pada November 1946. Semua kepentingan Belanda usai Perang Dunia II di Indonesia harus menjadi prioritas utama dalam melaksanakan kampanye kolonialisasi. Perundingan yang digelar dibuat hanya untuk mengulur waktu dalam mobilisasi pasukan Belanda yang mendarat di Indonesia.

Hingga pada saatnya, tanggal 15 Juli 1947, Van Mook justru memberi ultimatum kepada Indonesia agar menarik mundur pasukan Republik dari garis demarkasi yang sudah ditetapkan pada perundingan Linggarjati. Tetapi, apa lacur, jalan ninja para pejuang telah sampai pada sikap berjuang hingga titik darah penghabisan.

Disini kita tidak akan membahas bagaimana proses dan hasil Perundingan Linggarjati. Tetapi akan kita ulas bagaimana aksi dan reaksi dari para pemimpin dan pejuang dalam menghadapi Belanda.

Seperti kita ketahui, Perundingan Linggarjati, pada akhirnya justru dilanggar oleh Belanda sendiri, yang kemudian dengan segera melancarkan Operatie Product terhadap wilayah-wilayah Republik. Khususnya terhadap wilayah-wilayah yang memiliki potensi besar dalam sumber daya alamnya, seperti minyak bumi dan area pertambangan.

Walau tidak dipungkiri, area komoditi pangan juga menjadi sasaran Belanda dalam memutus suplay logistik bagi para pejuang. Maka, tepat pada tanggal 21 Juli 1947, aksi polisionil Belanda secara serempak dilancarkan. Aksi ini juga dikenal dengan istilah Agresi Militer Belanda I.

Stasiun Tuntang dikuasai Belanda (stoottroepers.nl)
Stasiun Tuntang dikuasai Belanda (stoottroepers.nl)

Auto terjadi pertempuran dimana-mana, antara militer Belanda dengan pejuang Republik. Khususnya di wilayah Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur yang menjadi target utamanya. Perkebunan tebu dan pabrik-pabrik gula dengan segera dapat dikuasai Belanda ketika itu. Nah, pada aksi polisionil inilah, nama Westerling kemudian muncul di medan pertempuran.

Seorang sosok yang terkenal karena peristiwa Sulawesi, dengan korban kurang lebih mencapai 40.000 jiwa.

Agresi Militer Belanda I ini secara militeristik memang mampu menempatkan Belanda sebagai pemenang. Tetapi tidak dalam konteks politik, karena pasca aksi polisionil ini, dunia internasional justru mengecam Belanda. Begitu juga dengan kegigihan para pejuang Republik yang tengah "baku hantam" dengan pasukan Belanda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun