Karena hal inilah, yang pernah membuat dirinya dilarang melantunkan lagu kritik ketika menggelar konser-konser terbukanya.
Sederhana, adalah kata kunci menggambarkan sosok Gombloh. Masyarakat mengenalnya sebagai seorang dermawan yang miskin.Â
Bagaimana tidak, uang keuntungan konser-konser, selalu dihabiskan untuk memberi makan orang-orang di jalanan. Baik itu pemulung, tukang becak, anak-anak kecil, hingga orang tidak mampu. Luar biasa bukan?
Walau dalam kesehariannya, Gombloh adalah musisi yang penuh dengan keterbatasan, terlebih dalam masalah ekonomi. Tapi apa lacur, itulah jalan ninja Gombloh, yang hidup sebagai seorang musisi pejuang.
Sosok Gombloh adalah fenomenal, yang bahkan hingga generasi nanti akan terus mengenangnya, walau hanya melalui lagu-lagu hasil karyanya. Tetapi, rasa cintanya terhadap tanah air Indonesia, sama sekali tidak lekang hingga akhir hayatnya.
Bukan sekedar rasa nasionalisme, tetapi juga cintanya terhadap sesama. Dimana pernah pada suatu waktu, beliau membagi-bagikan pakaian layak pakai untuk para pekerja seks komersil di Surabaya.Â
Karena memang dia adalah seorang sosok yang sangat anti dunia prostitusi. Seperti karya, Tiwuk Blues dan Jamilah, dengan kesadaran bahwa setiap kejadian pasti ada latar belakang masalahnya.
Gombloh adalah satu-satunya musisi yang pertama kali melantunkan lagu Jawa dalam dunia musik.Â
Lagu Hong Wilaheng, adalah sebuah lagu yang direduksi dari serat Wedhatama karya KGPAA Mangkunegara IV. Tentu saja makna dari serat tersebutlah yang menjadi corak kekuatan lagu sejarah sastra fenomenal.
Ya, itulah Gombloh yang penuh dengan kesederhanaan hidup, tentu sangat jauh bila kita melihat dengan gaya para musisi saat ini.
Syair kritik dan cinta dapat dikatakan adalah simbol perlawanan dirinya terhadap persoalan sosial kala itu. Tidak banyak, musisi yang konsisten seperti dirinya.Â