Seperti kita ketahui, masa Demokrasi Terpimpin ini terjadi usai Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959. Artinya adalah, pembubaran parlemen yang terjadi secara resmi digantikan oleh sistem pemerintahan terpusat. Dimana otoritas Presiden juga berlaku sebagai seorang pejabat Perdana Menteri, yang memiliki peran utama dalam menentukan arah politik bangsa.
Jadi tidak lagi melalui sidang-sidang parlemen yang kerap menimbulkan konflik antar golongan, seperti pada masa Demokrasi Parlementer. Tetapi, tidak dipungkiri, otoritas penuh mengenai kewenangan dan kebijakan Presiden, kemudian memberi ruang untuk proses penetapan sebagai Presiden seumur hidup. Dimana hal ini tentu saja mencederai arti demokrasi itu sendiri.
Panjangnya masa jabatan seorang Presiden menjadikan sistem demokrasi tidak dapat berjalan dengan baik. Kebijakan politik yang terjadi juga kerap diartikulasikan sebagai perspektif subjektif seorang pemimpin dalam memandang bangsanya.
Hal ini juga terjadi pada masa kepemimpinan Soekarno ketika menjabat sebagai Presiden di masa Demokrasi Terpimpin. Seperti, kebijakan konfrontasi dengan Malaysia, Dwi Komando Rakyat, Poros Jakarta Beijing, ataupun kebijakan-kebijakan lainnya.
Kabinet Kerja 1, yang terbentuk pada masa Demokrasi Terpimpin ini mempunyai target pertamanya yakni menyelesaikan persoalan pangan rakyat dalam waktu singkat. Pada masa itu memang persoalan ekonomi pasca perang masih terbilang buruk, belum lagi persoalan konflik antar golongan. Dimana hal itu semakin memperburuk keadaan ekonomi rakyat.
Fokus kedua adalah menyelenggarakan keamanan rakyat dan negara, agar mampu menghadapi segala bentuk upaya neo kolonialisme dan upaya-upaya imperialisme asing. Khususnya untuk mengurai konflik politik yang kerap menimbulkan gejolak sosial di tengah masyarakat.
Fokus ketiga adalah melanjutkan perjuangan menentang imperialisme ekonomi dan politik, khususnya perihal masalah Irian Barat. Selain dari upaya Bung Karno untuk merebut Irian Barat dari tangan Belanda, karena dianggap sebagai penghalang stabilitas politik Indonesia kala itu.
Tiga hal inilah yang menjadi agenda utama Kabinet Kerja 1. Bersama para Menteri terkait, Soekarno selaku Presiden mulai menjalakan roda pemerintahan secara mutlak. Pada artikel Dekrit Presiden 5 Juli 1959 telah dibahas, mengenai kedekatan Presiden Soekarno dengan A.H. Nasution.
Nah, pada Kabinet Kerja 1 inilah, A.H. Nasution diangkat sebagai Menteri Keamanan dan Pertahanan. Inilah yang dinamakan "benang merah" sejarah, antara peristiwa yang satu dengan yang lain dapat saling berkaitan. Hingga peristiwa 30 September 1965, nama A.H. Nasution tidak lagi dicatat dalam panggung pemerintahan Presiden Soekarno.
Bila kita menelaah lebih jauh, orientasi utama Kabinet Kerja 1 ini adalah pemulihan konflik antar golongan. Hal ini yang kemudian diupayakan oleh Presiden Soekarno dalam realisasi perumusan ideologi Nasionalis, Agama, dan Komunis (Nasakom) sebagai arah politik bangsa Indonesia kala itu. Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H