Tepat 52 tahun yang lalu, salah satu Proklamator Republik Indonesia telah berpulang ke Rahmatullah. Ialah Bung Karno, atau Soekarno, sebagai salah seorang tokoh utama dalam perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Seorang sosok yang amat dicintai oleh seluruh elemen masyarakat sejak era perjuangan dahulu kala.
Tidak lain karena kontribusinya terhadap kemerdekaan, selain dari berbagai kiprahnya dalam upaya memajukan dan membesarkan nama Indonesia di kancah internasional. Khususnya perjuangannya selama masa pendudukan Belanda, dan Jepang, hingga masa-masa mempertahankan kemerdekaan bangsa.
Ditangkap, dipenjara, atau bahkan diasingkan, adalah konsekuensi dari perjuangannya dahulu. Bahkan beberapa kali ancaman pembunuhan yang disertai teror kerap dirasakannya ketika ia memimpin Republik Indonesia ini. Sebagai seorang pemimpin, proyeksinya terhadap berbagai kebijakan politik adalah bunga rampai sejarah bangsa yang penuh dengan aneka warna.
Pandangannya yang tajam mengenai masa depan bangsa pernah disampaikannya dalam sebuah forum, "perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri". Hal ini menjadi nyata ketika Indonesia dihadapkan dengan peristiwa pemberontakan PKI di tahun 1965.
Kala itu, Bung Karno dianggap sebagai salah seorang yang bertanggung jawab atas terjadinya peristiwa tersebut. Hingga mekanisme pelengserannya juga tidak luput dari problematika politik yang penuh dengan intrik. Terlebih, Indonesia tengah dihadapkan dengan wacana perang saudara, yang terjadi atas dasar konflik berlatar ideologis.
Sikap ksatria Bung Karno untuk mengalihkan kekuasaan kepada Soeharto (kala itu), dianggap oleh berbagai kalangan adalah sebuah kesalahan sejarah. Walau secara netral dapat ditelaah melalui pendekatan realitas politik yang kala itu berpihak kepada Soeharto. Maka tidak akan ada jalan lain, bila pilihan Bung Karno jatuh kepada Soeharto.
Terlepas dari intrik politik yang berlatar ideologis, ternyata usai wafat pada 21 Juni 1970, Bung Karno masih dianggap sebagai ancaman bagi pemerintahan Soeharto. Walau sesuai ketetapan, Bung Karno sangat layak dikebumikan di Taman Makam Pahlawan. Opsi lainnya adalah Bogor, sesuai dengan wasiatnya, hal itu juga tidak dikabulkan oleh pemerintah kala itu.
Masyarakat Indonesia sangat mencintai sosok Soekarno, yang lekat dengan istilah "penyambung lidah rakyat". Perjuangannya di masa lalu sangat membekas di hati para pejuang, dan tidak mungkin dapat dilupakan begitu saja. Oleh karena hal ini, Soeharto tidak menginginkan adanya "dua matahari" yang akan membayang-bayangi pemerintahannya.
Pengaruhnya dianggap masih dapat mempengaruhi pandangan politik bangsa walau dari dalam kubur. Hal inilah yang menjadi misteri hingga kini, bagaimana kemudian Soeharto menetapkan, pemakaman Bung Karno dilakukan di kota di Blitar, Jawa Timur. Secara letak, tentu sangat jauh dari pusat kekuasaan, Jakarta.