Yap, anggota Pasukan Terate ini terdiri dari para kriminal hingga para pelacur. Dimana masalah ekonomi kala Republik baru merdeka, adalah persoalan yang pelik dan belum menjadi perhatian pemerintah. Maka wajar, banyak terjadi kasus-kasus perampokan, hingga pelacuran. Tetapi, Moestopo melihat ini sebagai peluang yang berguna di medan perang.
Keahlian mencuri dari Pasukan Terate ini terbukti ampuh ketika diterjunkan dalam front pertempuran Subang. Mereka berhasil membawa beragam jenis senjata dari pasukan Belanda, dan bahkan pakaian. Untuk soal pakaian, biasanya ini terjadi ketika para pasukan Belanda tengah mandi di sungai. So, sudah pasti jadi bahan lawakan, ketika prajurit Belanda tersebut kehilangan pakaiannya.
Begitu pula dengan aksi-aksi rampok yang terjadi di wilayah kekuasaan Belanda, hal ini berhasil membuat Belanda terkecoh dengan pasukan pejuang lain yang beraksi dalam sabotase. Ketika Belanda datang ke sebuah desa, justru hanya para garong yang didapatinya dan bukan para pejuang, yang akhirnya berhasil menanam ranjau dan memutus telepon di sekitar tangsi Belanda.
Tapi, nama maling, tetap saja mempunyai kebiasaan yang tidak tahu tempat. Dimana pada suatu waktu, Moestopo sendiri kehilangan koper pakaian miliknya. Begitu juga dengan para pejuang lainnya, yang kehilangan sepatu, hingga celananya. Senjata makan tuan, ungkap Letkol Sukanda Bratamanggala dalam memoarnya, yang tertawa hingga berlinang air mata ketika mengetahui hal itu.
Segera saja, murka Moestopo terhadap pasukan malingnya membuat Pasukan Terate dihentikan tugas-tugasnya. Hikayat gerilya para maling seketika musnah dari sejarah revolusi Indonesia. Tetapi, aksi-aksi mereka tidak berhenti ketika dibubarkan, kesatuan-kesatuan kecil, seperti Laskar Maling, Pasukan Copet, dan lain-lain justru berdiri dengan berbagai aksinya masing-masing. Catatan mengenai eksistensi mereka ini tertulis dalam daftar hadir di Persatuan Perjuangan, dengan nama lainnya.
Seluruh laskar dan para kelompok pejuang, hadir untuk meleburkan dirinya dalam upaya kemerdekaan 100 persen seperti gagasan Tan Malaka dalam Persatuan Perjuangan. Tentu akan lain cerita, bila kita membahasnya. Moestopo adalah sosok unik dan berbeda ketika melihat zaman bergerak, dalam menghadapi pemberontakan, konsepsi revolusi perjuangan, hingga konsentrasinya kepada pendidikan masyarakat Indonesia.
Dimana kehadiran dari lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia, tak pernah luput dari kontribusinya. Selain kiprahnya dalam dunia kedokteran gigi, sebagai identitas yang melekat pada dirinya. Pejuang kelahiran Kediri ini dianugerahi dengan berbagai bintang jasa dengan gelar tertingginya sebagai Pahlawan Nasional. Pak Moes, adalah contoh dari seorang pejuang yang gigih dan brilian dalam panggung sejarah Indonesia. Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H