Muhammad Toha, yang kala itu masih berusia 19 tahun, melakukan aksi pengeboman di gudang amunisi Sekutu. Dimana ia turut menjadi korban ledakan bersama rekan seperjuangannya Ramdan. 19 tahun lho!Â
Usia yang masih terbilang belia untuk gugur di medan laga. Aksi heroismenya kelak diabadikan dalam tugu perjuangan dalam area Monumen Bandung Lautan Api.
Semua pejuang dan masyarakat terlibat dalam upaya perlawanan terhadap Sekutu di Bandung. Selama gerak mundur, serangan-serangan yang dilakukan oleh pesawat-pesawat Sekutu menimbulkan banyak jatuhnya korban di kalangan masyarakat.Â
Hal inilah yang kelak menimbulkan kisah unik di kalangan pejuang PMI (Palang Merah Indonesia).
Ada sebuah kisah yang diutarakan oleh Ika Hardikusumah dalam buku Wanita Pejuang Dalam Kancah Revolusi '45.Â
Dalam suatu peristiwa penyerangan Sekutu terhadap posisi pejuang Republik, tiba-tiba Ujang Hanifah berteriak histeris, "Ceu Ika! Cepat tolong Ceu! Cepat, ada korban yang mengalami luka parah nih! Aduh, Ceu, kakinya... putus!".
Padahal pasukan PMI merasa sudah mengevakuasi seluruh korban yang ada di lapangan. Dengan tergesa-gesa Ika mencari kesana-kemari, "Mana, Han?". "Tuh, di antara semak-semak. Aduh kasihan, Ceu, dia kehabisan darah".Â
Setelah mengetahui korbanya, Ika langsung bergegas untuk mengevakuasi. Lantaran yang dimaksud Hanifah adalah seekor ayam jantan gemuk, yang tewas akibat terkena pecahan mortir.
Duka dan tawa bercampur menjadi satu, dalam tekad perjuangan yang tak pernah luntur selama masa mempertahankan kemerdekaan Indonesia.Â
Terkadang, bangkai kerbau pun menjadi lauk yang sangat dinanti ketika tengah berjuang, karena ketika itu, logistik para pejuang hanya mengandalkan dapur umum yang letaknya jauh dari garis depan.