Kalau melibatkan banyak orang namanya bukan rahasia lagi. Dan kalau bukan rahasia namanya bukan skandal/konspirasi lagi, tapi namanya sudah Gosip Selebrita atau Insert Pagi.
Nah, lucunya, orang-orang percaya Covid hanya karangan belaka bukan berdasarkan perihal pertama, tapi perihal kedua, ketiga dan keempat tersebut, yang kesemuanya adalah landasan keliru untuk meragukan adanya Covid.
Ketika mereka melihat alasan dari perihal kedua, adanya pemerintah daerah atau rumah sakit bermain-main dengan Covid, itu bukan berarti Covid itu tak ada. Itu semata-mata perilaku koruptif, dan prilaku ini ada disegala ceruk, bukan hanya pada masa pandemi ini.Â
Bahkan, saat DOM dan bencana besar tsunami pun dulu bisa jadi ceruk proyekan orang-orang. Bayangkan, ngerinya prilaku orang demi mendapatkan uang. Jadi jangan ketika mendapatkan fakta begini, maka langsung berpikir, Corona itu tidak ada. Aduh, tidak seperti itu juga Roberto Carlos.
Masyarakat juga percaya Covd tak ada karena melihat alasan dari perihal ketiga. Ketika terjadi fakta dimana seorang pasien keluhannya A, tapi diagnosanya malah jadi positif Covid atau surat hasil covid hari ini menunjukkan positif lalu besoknya diralat negatif.Â
Itu jelas menunjukkan buruknya kualitas sumber daya dan sistem manajemen rumah sakit, namun itu tidak dapat untuk jadi pembenaran bahwa Covid tidak nyata. Kecuali bila maldiagnosa dan maladminitrasi ini melulu terjadi.
Terakhir, tidak percaya Covid karena menjadi korban jebakan post truth, dimana sudah jenuh dengan Covid, lalu berbicara di Instagram seperti anak Medan yang viral itu. Ya itu bukan tidak percaya Ucok, tapi namanya....yaaaa... jenuh!Â
Ya kuhargailah rasa bete-mu, capek ya kau ndak bisa kemana-mana, ndak bisa pacaran, ndak bisa nonton bioskop. Pasti jenuh lah. Tapi tetap pakai masker ya kau. Kalo nggak ku tepuk sekali muncungmu.
Jadi, jika situ memilih untuk tidak percaya adanya Covid karena perihal kedua, ketiga dan keempat. Maka itu bukan landasan tepat untuk tidak percaya. Satu-satunya alasan untuk tak percaya adalah jika situ mengacu pada perihal pertama.Â
Tapi, gak asal bacot saja, harus punya data. Dan 100% orang yang mengobrol dengan saya dan tidak percaya Corona, adalah mereka yang tidak punya data soal perihal pertama tadi.Â
Saya sepakat ucapan Iksanuddin Noorsy, ketika ia ditanya oleh Helmi Yahya percayakah ia bahwa Corona adalah konspirasi, jawaban bang Ikhsan, "Dialog bahwa Corona itu konspirasi adalah dialog tanpa data", dan ia tak meneruskan untuk melanjutkan obrolan itu.Â