Mungkin begitu banyak blog yang menceritakan pengalaman berobat bayi tabung atau istilah medisnya In Vitro Fertilization. Biasa yang menulis adalah ibu-ibu. Nah, ini adalah versi dari sudut pandang bapak-bapak.
Awalnya, saya nggak begitu setuju dengan istilah "bayi tabung" yang terasa rada menyeramkan dan rada kayak rekayasa genetika macam apalah, seperti membiakkan bayi dari senyawa batu krypton dicampur nitrogen. Padahal sebenarnya secara prosesnya lebih sederhana.
Setelah istirahat berhubungan selama 3-4 bulan setelah dikuret, kami melanjutkan proses berhubungan seperti biasa. Dalam setahun juga belum menghasilkan.
Lalu muncullah ide untuk berobat ke Medan.
Berobat ke Medan ini setelah melihat teman seperjuangan sewaktu berobat tradisional kini telah hamil dan punya anak. Mereka cerita, mereka berobat di Halim Fertility Centre, dengan dokter Binarwan Halim. Hanya saja, keberhasilan itu bukan dengan program bayi tabung. Hanya proses pengobatan medis biasa akibat kista. Tapi, karena berhasil, ya tak ada salahnya untuk kami coba juga. Cek punya cek di internet, dokter ini sudah melanglang buana belajar dari Singapura hingga Amerika dan beliau adalah dokter pertama yang mampu melakukan proses bayi tabung di luar Jawa. Keren juga nih. Tapi, ada beberapa blog yang menyebut biaya sama dokter ini rada mahal. Apa benar? Soal budget kita akan bahas di akhir.Â
Kami diminta melakukan cek darah juga di lab. Karena saya tinggal di Banda Aceh, mereka membolehkan cek darah dilakukan di Banda Aceh. Saya juga diminta melakukan uji sperma untuk di cek kesehatannya.Â
Langkah berikutnya, istri saya di papsmear. Ia juga di-USG oleh dokter. Di situ dokter mengatakan bahwa istri saya keputihan. Lalu dokter memberi jadwal untuk melakukan HSG (hysterosalpingography), yaitu tes untuk mengecek saluran pada rahim untuk mendeteksi kesuburan, lalu dilakukan pula pembersihan saluran di vaginanya agar sperma dapat menempuh perjalanannya dengan aman dan nyaman seperti jalan tol.Â
Pada saat melakukan HSG, saya tak boleh masuk saat tindakan. Selesai tindakan, saya baru melihat, sarung tangan dokter yang melakukan proses itu sudah berdarah-darah. Wah, pake darah-darah juga ya ternyata. Terus dokter berkata, bahwa setelah ini nanti akan ada reaksi-reaksi nyeri dan sejenisnya, jadi ia meminta diabaikan saja. Menjelang pulang, kami dibekali obat.
Kami lalu diberi obat untuk sebulan. Artinya, menjalani program hamil dengan dokter ini tetaplah melewati tahapan mengkonsumsi obat-obatan lebih dulu. Bila gagal, baru akan naik ke tingkatan pengobatan selanjutnya, yaitu inseminasi, dan terakhir, bayi tabung.Â