Mohon tunggu...
Hendra Fahrizal
Hendra Fahrizal Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Certified Filmmaker and Script Writer.

Hendra Fahrizal, berdomisli di Banda Aceh. IG : @hendra_fahrizal Email : hendrafahrizal@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Pengalaman Tak Menyenangkan di Bandara Ngurah Rai Bali

10 Juni 2016   13:53 Diperbarui: 10 Juni 2016   14:29 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bersama istri, saya berlibur ke Malaysia, Bali dan Lombok pada akhir Mei 2016 lalu. Beberapa hari menikmati liburan di Malaysia, kami melanjutkan perjalanan ke Bali menumpangi Air Asia. Saya mengalami pengalaman tak menyenangkan di bagian custom bandara.

Pada awalnya kami menyerahkan passport untuk distempel oleh pihak imigrasi, lalu kemudian mengisi form custom dan menyerahkan form tersebut kepada petugas. Sesaat saya menyerahkan form tersebut, saya berlalu melewati petugas. Iseng, saya berpaling kebelakang, dan saya memergoki petugas itu, dua orang wanita, menunjuk-nunjuk saya. Kemudian, petugas yang mengarahkan saya menuju lorong kanan, diminta masuk ke lorong kiri yang dimana disitu barang bawaan saya harus dipindai. Yang melewati lorong kanan dapat langsung keluar tanpa dipindai. Saya merasa aneh. Kenapa tak semua dipindai? Kenapa saya dan beberapa orang dipindai? Kemudian, tas saya masuk kedalam alat pemindai, selepas dari sana, saya dihadang petugas dan diminta untuk menepi ketempat pemeriksaan bagasi. Passport saya ditahan oleh petugas laki-laki, tas saya dan istri saya diperiksa. Kami ditanyai macam-macam. Istri saya membawa oleh-oleh marchendise dari Malaysia, beberapa diantara dipatahkan untuk dilihat isi dalamnya. Alat kosmetik istri saya juga diperiksa isi dalamnya. Terakhir, telapak tangan kami juga dicek, apakah memiliki unsur obat-obatan terlarang atau tidak.

Saya bertanya, kenapa kami diperiksa, petugas menjawab, hanya pemeriksaan acak.

Saya melihat sekeliling, beberapa petugas juga memeriksa penumpang lain. Kebanyakan bepergian sendirian, berwajah Asia, atau lebih tepatnya berwajah Indonesia. Tak ada yang berwajah turunan Tionghoa, konon lagi bule. Mereka melenggang begitu saja. Tak dipindai pula.

Karena tak ada sesuatu yang membuat saya harus berurusan dengan mereka, lalu saya dibolehkan pergi. 

Pemeriksaan acak. Saya maklum soal itu. Tapi mengapa saat dipindai, hanya saya dan beberapa orang lain yang dipindai. Saya mencoba menganalisa, kebetulan istri saya membawa beberapa barang berupa beberapa kotak yang mirip satu sama lain, sehingga bisa saja itu menimbulkan kecurigaan. Hal itu tentu dapat dicurigai saat bagasi saya dipindai. Kalo kecurigaan itu muncul saat setelah dipindai saya maklum. Tapi kalau melihat petugas menunjuk-nunjukkan saya saat saya belum dipindai, apa yang mendasari hal itu? Apakah wajah saya? Atau sikap saya mencurigakan? Atau wajah saya wajah susah alias wajah-wajah kurir narkoba? Itu saya agak sulit menerima.

Wajah saya memang sedikit berwajah Arab, karena kakek saya Said. Memelihara janggut, tapi tak tebal-tebal amat, bahkan tak lebih banyak dari Ahmad Dhani. Kalau tipikal teroris, saya rasa jauh dari sana. Istri saya berwajah agak Jawa karena ayahnya bersuku Jawa.

Kalau karena sikap mencurigakan, saya tipikal santai dan banyak tertawa. Apa itu mungkin yang membuat saya jadi mencurigakan, karena bisa jadi cara kurir narkoba atau teroris pembawa bom "menjadi periang" untuk mencairkan suasana tegang hatinya? entahlah.

Atau wajah saya mungkin seperti wajah orang susah. Wajah kurir. Saya tanya ke beberapa orang sambil bercanda, mereka menggeleng tak setuju.

Pemeriksaan acak dan benar-benar dilakukan acak? B*llshit. Pasti tetap saja ada alasan dibalik itu. Bila bukan karena barang bawaan saya mencurigakan, saya tetap tak bisa terima karena harus ada alasan untuk itu. Bila memang benar-benar acak, kenapa hanya ras tertentu saja diperiksa.

Saya kelelahan waktu itu sehingga tidak mempermasalahkan lebih lanjut. Saya memilih akan menulis saja, karena menulis itu obat sekaligus kritik. Sedikit trauma dengan pengalaman itu, saya tak kembali ke Malaysia (mestinya saya kembali ke Malaysia lagi sebelum pulang ke Aceh lagi), saya hanguskan tiket itu, memesan tiket baru untuk pulang dari Lombok langsung ke Aceh. Saya memang rugi, tapi Tuhan pasti akan menggantinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun